PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
BAHASA INDONESIA
A. Hakikat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia
Bahasa adalah alat komunikasi untuk melakukan interaksi sosial individu antara satu dengan yang lainnya. Kemampuan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan syarat penting khususnya bagi generasi muda untuk mewujudkan sebuah bangsa yang besar dan kokoh. Menyadari betapa pentingnya kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, maka hendaknya kita dapat memacu diri dan berupaya mempelajarinya secara sungguh-sungguh. Dengan demikian, secara tidak langsung kita sudah berupaya membina dan mengembangkan bahasa Indonesia.
Pembinaan dan pengembangan bahasa merupakan usaha dan kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia, bahasa daerah, pengajaran bahasa asing supaya dapat memenuhi fungsi dan kedudukannya. Kedudukan bahasa Indonesia kini semakin mantap sebagai wahana komunikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. Bahasa Indonesia merupakan alat pertama dan utama untuk membangun arus pemikiran yang jelas dan teliti. Jadi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Bahasa Indonesia merupakan alat pertama, alat utama, dan alat pokok fundamental dalam proses pendidikan. Begitupun halnya dengan bahasa daerah dan bahasa asing yang juga digunakan sebagai wahana komunikasi dan memiliki fungsi dan kedudukan masing-masing (Balawa, 2010).
Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dilakukan meliputi usaha-usaha pembakuan agar tercapai pemakaian bahasa yang cermat, tetap dan efesien dalam komunikasi. Untuk kepentingan praktis, telah diambil sikap bahwa pembinaan terutama ditujukan kepada penuturnya, yaitu masyarakat pemakai bahasa Indonesia, dan pengembangan terutama ditujukan kepada bahasa dalam segala aspeknya. Pembinaan dan pengembangan mencakup dua arah yaitu: (1) pengembangan bahasa mencakup dua masalah pokok, yakni masalah bahasa dan kemampuan/sikap; dan (2) pembinaan juga mencakup dua arah, yakni masyarakat luas dan generasi muda (Suhender, 1997)
B. Dasar Pembinaan Sikap Berbahasa Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Bahasa No. 24 Tahun 2009 pada pasal 44 ayat 1 dan disebutkan bahwa pemerintah meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, serta berkelanjutan dan peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan. Lembaga kebahasaan yang dimaksud tentunya adalah Badan Bahasa. Hal ini dikarenakan Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Badan Bahasa) yang dahulu bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Pusat Bahasa) merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan yang sah karena di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud RI) untuk mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang-orang yang berbahasa ibu yang bukan bahasa Indonesia.
Selain itu, secara umum tujuan pengajaran bahasa di lembaga lembaga pendidikan adalah untuk memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Tujuan tersebut jika ditinjau dari sudut pemakai dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) tercapainya pemakaian bahasa Indonesia baku yang cermat, tepat, dan efesien dalam berkomunikasi; (2) tercapainya pemilikan keterampilan berbahasa Indonesia baik dalam penggunaannya sebagai alat komunikasi maupun dalam ilmu pengetahuan yang sahih; (3) tercapainya sikap positif terhadap bahasa Indonesia, yaitu sikap yang erat kaitannya dengan rasa tanggung jawab yang tampak dari perilaku sehari-hari.
Kaitan antara fungsi bahasa dengan pendidikan nasional setidaknya terurai dalam empat hal pokok. Keempat hal itu ialah: (1) sebagai mata pelajaran pokok, artinya bahasa Indonesia yang diajarkan hendaknya adalah bahasa Indonesia dengan ciri serta syarat ragam bahasa baku, baik lisan maupun tulis, dan sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang berfungsi sebagai bahasa modern; (2) sebagai bahasa pengantar di semua jenis dan jenjang lembaga pendidikan,
Masyarakat Indonesia dianjurkan untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia serta lingkungan dan keadaan. Hal itu, tentu saja tidak terlepas dari tujuan pembinaan bahasa Indonesia, yaitu:
1. Menumbuhkan dan membina sikap bahasa yang positif.
Target yang hendak dicapai dalam kegiatan “pembinaan” bahasa yang amat penting adalah menumbuhkan sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Dalam mengukur keberadaan sikap positif ada beberapa pertanyaan yang dapat dipakai, misalnya, seberapa jauh kita telah mencintai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa persatuan? Jika Anda telah dapat menumbuhkan rasa cinta, rasa memiliki, rasa berkewajiban untuk mempertahankan, dan rasa bangga terhadap bahasa Indonesia, berarti Anda sudah berhasil melakukan pembinaan bahasa Indonesia terhadap khalayak yang Anda hadapi.
2. Meningkatkan kegairahan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Kegiatan pembinaan juga mempunyai target dalam meningkatkan kegairahan berbahasa Indonesia. Target ini dapat diukur dengan pertanyaan, seberapa banyak seseorang itu secara konsisten bergairah memakai bahasa Indonesia? Jika seseorang telah bergairah memakai bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan orang lain maka orang tersebut harus meningkatkan lagi kegairahannya dalam mempergunakan bahasa Indonesia.
3. Peningkatan mutu serta disiplin penguasaan bahasa Indonesia dalam segenap lapisan masyarakat.
Kegiatan pembinaan harus pula terlihat dalam kegiatan meningkatkan keikutsertaan khalayak sasaran di dalam menjaga mutu bahasa Indonesia. Jika Anda bertanya, “Apakah bentuk frase ‘mengejar ketertinggalan’ sudah benar dalam bahasa Indonesia?” maka Anda sudah membina bahasa, karena sudah melibatkan diri dalam kegiatan pembinaan bahasa. Dengan demikian, target mudah diukur, seberapa jauh orang bertanya tentang kebenaran kata, farse, dan kalimat. Jadi, jika orang telah meragukan tentang bentuk-bentuk bahasa dan ingin tahu bentuk yang benar dari suatu untaian kata, frase, atau kalimat berarti sudah terbina bahasanya dengan baik.
C. Sikap Positif terhadap Bahasa Indonesia
Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia terungkap jika kita lebih suka memakai bahasa Indonesia dan menjaga agar pengaruh asing tidak berlebihan. Sikap kebanggaan berbahasa terungkap jika kita terdapat perasaan bahwa bahasa Indonesia dapat mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya. Hal ini perlu ditegaskan karena di kalangan masyarakat berbagai sikap terhadap kemampuan berbahasa Indonesia, antara lain sebagai berikut: (1) sikap menyangsikan kemampuan bahasa Indonesia mendukung dan mengembangkan ilmu pengatahuan; (2) sikap memercayai sepenuhnya kemampuan bahasa Indonesia mendukung dan pengembangan ilmu pengetahuan; (3) sikap positif bahasa Indonesia tidak berarti sikap kebahasaan yang kaku, tertutup, menuntut kemurnian bahasa Indonesia, dan yang menutup bahasa Indonesia dari hubungan saling pengaruh dengan bahasa lain yaitu bahasa daerah dan bahasa asing. Indonesia terdapat kurang lebih 400 bahasa daerah (Badudu, 1985).
Pada konteks pendidikan tinggi, sikap bahasa dapat dipupuk melalui penggunaan bahasa dalam kegiatan ilmiah akademik, baik dalam bentuk komunikasi lisan maupun dalam kegiatan penulisan karya ilmiah, baik yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa. Berkaitan dengan kegiatan penulisan karya ilmiah, secara formal sudah ditetapkan pedoman yang dapat menjadi panduan dalam menghasilkan tulisan yang berkualitas dengan didukung penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tinggal bagaimana fungsi kontrol dijalankan oleh para pemangku kepentingan yang berwenang.
Bahasa Indonesia sebagai Mata Kuliah Umum (MKU) seyogyanya menyajikan beragam kegiatan pembelajaran inovatif yang menghadapkan mahasiswa secara langsung dengan praktik dan permasalahan penggunaan bahasa Indonesia baik yang menyangkut penalaran maupun kesantunan. Kajian terhadap ambiguitas makna kalimat yang terdapat dalam karya tulis ilmiah serta contoh praktik berbahasa yang melanggar prinsip-prinsip kesantunan, merupakan contoh upaya nyata yang dimungkinkan dapat mendorong tumbuhnya kesadaran akan pentingnya bahasa Indonesia sebagai sarana pengomunikasian ilmu pengetahuan dan teknologi serta sebagai sarana komunikasi dalam kepentingan yang lebih luas.
Peran bahasa Indonesia sebagai MKU tersebut juga merupakan bagian dari upaya mencerdaskan bangsa. Lebih jauh, Ali (1987:322) menegaskan bahwa usaha mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari cita-cita kebangsaan merupakan kebijaksanaan dasar pengembangan kebudayaan. Sikap bahasa diidentifikasi dari perilaku berbahasa. Pada sisi lain, perilaku berbahasa seseorang dapat mendorong tumbuhnya sikap bahasa orang lain. Peran para pelaku dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi diharapkan dapat menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya sikap bahasa yang positif sebagai penguat budaya dan identitas bangsa.
D. Pergunakanlah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa merupakan suatu kelemahan yang tidak disadari.
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia yang sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menurut Sunaryo (2000: 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran). Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
“Pergunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar.” Ungkapan itu sudah klise sebab kita sudah sering mendengar ataupun membacanya, bahkan membicarakan dan menuliskan ungkapan tersebut. Akibatnya, kita pun dapat bertanya “Apakah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu masih belum dicapai saat ini? Apakah penggunaan bahasa Indonesia saat ini masih belum baik dan benar?” Pernyataan tersebut kita sebut dengan analisis kesalahan berbahasa. Melalui analisis kesalahan berbahasa, kita dapat menjelaskan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa Indonesia yang baik tidaklah sederhana. Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Bahasa Indonesia yang baik mempertimbangkan aspek situasi, mitra, sarana, lokasi, dan pokok bahasan. Lalu, bahasa Indonesia yang benar berdasarkan pada aspek kaidah yang berlaku.
Penggunaan bahasa Indonesia yang hanya berdasarkan kaidah tidaklah cukup. Jika hanya berdasarkan kaidah, komunikator pengguna bahasa Indonesia akan sangat kaku dan sulit terjadinya umpan balik dari komunikan. Komunikasi pun tidak akan berjalan dengan baik, bahkan bisa terjadi kesalahpahaman. Hal pertama yang menjadi pertimbangan adalah aspek situasi. Situasi penggunaan bahasa terdiri atas dua, yaitu situasi resmi dan nonresmi. Pada situasi resmi, bahasa Indonesia dituturkan dalam ragam baku. Ragam baku yang dimaksud tentunya berdasarkan kaidah. Situasi resmi yang menggunakan bahasa lisan biasa kita lihat pada rapat, simposium, pidato, dan pertemuan resmi lainnya. Dalam penggunaan bahasa lisan, ciri ragam baku yang dapat dilihat adalah penggunaan kosakatanya. Sebab, bahasa lisan sangat terbantu dengan mimik, intonasi, dan sebagainya. Hal itulah yang membedakan dengan bahasa tulis. Bahasa tulis hanya bisa terbantu dengan pemakaian tanda baca, penggunaan huruf, dan penulisan kata. Situasi resmi yang menggunakan bahasa tulis biasa kita lihat pada penulisan surat resmi, karya ilmiah, perundang-undangan, dan naskah resmi lainnya. Tentu, tidak sepatutnya penggunaan bahasa nonresmi digunakan pada situasi yang resmi, misalnya kata gaul bro digunakan sebagai sapaan pada surat antar-instansi atau pidato kenegaraan. Situasi yang tidak bisa dibayangkan jika hal itu terjadi.
Aspek situasi penggunaan bahasa Indonesia bukanlah satu-satunya yang dapat menjadi pertimbangan. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kesopanan, bahasa Indonesia yang baik akan mempertimbangkan aspek mitra tutur. Biasanya, hal itu dapat dilihat dari kasus bahasa lisan. Penggunaan kata kamu tidak dapat digunakan untuk menyapa semua orang. Tidak bisa kita bayangkan jika penggunaan kata kamu digunakan untuk menyapa orang yang lebih tua atau orang yang kita hormati, seperti presiden, raja, atau atasan kita. Bahkan, penggunaan kata kamu dalam beberapa situasi dirasa tidak tepat, seperti pidato kenegaraan, surat antar-instansi, dan sebagainya. Namun, kata itu selalu kita temui pada situasi nonresmi dan ditujukan pada mitra tutur yang lebih muda.
Dalam beberapa kasus kebahasaan, aspek situasi dan mitra dapat saling terkait. Kedua aspek itu juga terkait dengan aspek sarana. Aspek sarana yang dimaksud adalah bahasa tulis dan lisan. Di atas, telah disebutkan perbedaan bahasa tulis dan lisan. Perbedaan itulah yang menyebabkan bahasa tulis harus lebih berhati-hati. Banyak kasus ujaran kebencian melalui media sosial melalui status, pesan, atau twit. Sebagian kasus diakhiri dengan permohonan maaf dikarenakan hal itu tidak disengaja atau niatnya hanya bercanda. Namun, kita harus ingat bahwa bahasa tulis tidak bisa dibantu dengan intonasi dan mimik, melainkan hanya bisa dibantu dengan tanda baca, penulisan kata, dan penggunaan huruf. Kita perlu memilih kata yang tepat dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik.
Pemilihan kata yang baik perlu juga mempertimbangkan konteks nonkebahasaan seperti kelayakan geografis. Hal itu selaras dengan aspek yang mempertimbangkan lokasi penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari penggunaan kata “butuh”. Pada daerah tertentu, kata itu dekat dengan makna ‘kemaluan laki-laki’. KBBI juga menyebutkan kata “butuh” dalam ragam kasar memiliki makna ‘kemaluan laki-laki; zakar’. Jika kata itu harus digunakan di daerah itu dan dirasa harus diganti, penutur bahasa Indonesia yang baik bisa juga memilih kata “perlu”.
Aspek terakhir yang menjadi pertimbangan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik adalah pokok bahasan. Kita sering mendengar bahasa jurnalistik, bahasa hukum, bahasa ilmiah, dan bahasa-bahasa lainnya. Padahal, semua itu hanyalah laras dalam bahasa Indonesia. Namun, masing-masing memiliki ciri yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia laras hukum, khususnya perundang-undangan, kita akan menemui banyak istilah asing bidang hukum. Biasanya istilah asing itu belum ada padanan yang sesuai. Namun, penulisannya tetap harus mengikuti Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD), yaitu ditulis miring. Selain itu, terdapat juga penggunaan frasa baku yang tidak bisa dipertukarkan anggota frasanya, yaitu frasa “dalam Pasal” dan “pada ayat”. Selanjutnya, dalam bahasa jurnalistik, kalimat-kalimat digunakan sangat pendek tetapi jelas. Sebab, hal itu biasanya mempertimbangkan kolom penulisan dalam surat kabar. Komposisi struktur beritanya pun harus berstruktur piramida terbalik. Penggunaan bahasa Indonesia laras hukum dan jurnalistik merupakan contoh sebagian dari laras-laras dalam bahasa Indonesia lainnya, seperti laras ilmiah hingga sastra yang juga memiliki ciri tersendiri. Meski memiliki ciri tersendiri, kata-kata yang tersusun di dalamnya merupakan kata baku. Tidak hanya itu, laras dalam Indonesia yang memiliki tingkat keresmiannya tinggi akan sangat patuh pada EyD.
EyD merupakan salah satu acuan dasar dari penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Dalam EyD, telah diatur beberapa ketentuan mengenai pemakaian huruf, penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan. Acuan penggunaan bahasa Indonesia yang benar tidak hanya berdasarkan EyD. Penggunaan bahasa Indonesia yang benar dapat mengacu pada Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar bukanlah sesuatu yang rumit, tetapi juga tidak sederhana. Pengutamaan bahasa Indonesia juga tidak kalah pentingnya. Namun, bukan berarti kita menggunakan bahasa Indonesia seadanya. Sebab, pada suatu saat kita akan berada pada situasi yang memerlukan penggunaan bahasa Indonesia dalam ragam atau laras tertentu. Oleh karena itu, gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
E. Upaya Meningkatkan Kegairahan Penggunaan Bahasa Indonesia dengan Baik dan Benar
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek berbahasa yang komunikatif. Hal itu berarti bahwa kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kita abaikan. Cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang dewasa tentu berbeda. Penggunaan bahasa untuk lingkungan yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak dapat disamakan. Kita tidak dapat menyampaikan pengertian mengenai jembatan dengan bahasa yang sama kepada seorang anak sekolah dasar dan kepada orang dewasa. Selain umur yang berbeda, daya serap seorang anak dengan orang dewasa tentu jauh berbeda.
Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yakni peraturan bahasa. Berkaitan dengan peraturan bahasa, ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata, harus dimiliki dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis. Tanpa pengetahuan tata bahasa yang memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam bermain dengan bahasa. Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah ini meliputi aspek (1) tata bunyi (fonologi); (2) tata bahasa (kata dan kalimat); (3) kosakata (termasuk istilah); (4) ejaan; dan (5) makna (Winaria Lubis, 2019).
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara, tempat pembicaraan, dan ragam pembicaraan) dan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam Bahasa Indonesia (seperti: sesuai dengan kaidah ejaan, pungtuasi, istilah, dan tata bahasa). Bahasa yang baik dan benar memiliki empat fungsi (Charli, 1999), yaitu: (1) fungsi pemersatu kebhinnekaan rumpun dalam bahasa dengan mengatasi batas-batas kedaerahan; (2) fungsi penanda kepribadian yang menyatakan identitas bangsa dalam pergaulan dengan bangsa lain; (3) fungsi pembawa kewibawaan karena berpendidikan dan terpelajar; dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan tentang tepat tidaknya dan betul tidaknya pemakaian bahasa.
Dapat disimpulkan penggunaan bahasa yang baik dan benar adalah penggunaan yang disesuaikan dengan lingkungan dan pemakaian bahasa, diperoleh ragam bahasa, baik lisan maupun tulis. Dalam ragam tulis, kaidah itu tertera pada buku: (1) Pedoman Umum EyD; (2) Pedoman Umum Pembentukan Istilah; (3) Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia.
F. Peran Serta Kita dalam Meningkatkan Mutu dan Disiplin Pengunaan dan Penguasaan Bahasa Indonesia
Sebagai masyarakat Indonesia kita dituntut berperan serta dalam meningkatkan mutu dan disiplin penggunaan serta penguasaan bahasa Indonesia. Hal ini perlu dilaksanakan agar penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan perkembangannya.
Upaya peningkatan mutu dan disiplin penggunaan bahasa Indonesia harus merupakan kegiatan yang berkesinambungan, baik pada tingkat perorangan maupun pada tingkat kemasyarakatan. Kita sebagai pemakai bahasa Indonesia hendaknya ikut berperan dalam mencapai tujuan pembinaan bahasa Indonesia. Kita sebagai pengguna bahasa Indonesia senantiasa menjaga, memelihara, dan mengembangkan agar masyarakat atau generasi ke depannya tetap bisa menggunakana bahasa Indonesia yang baik dan benar.
G. Simpulan
1. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa adalah cara atau kegiatan pemeliharaan dan pengembangan bahasa.
2. Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, erat kaitannya dengan pembinaan sikap berbahasa Indonesia, sikap positif terhadap bahasa Indonesia, upaya meningkatkan kegairahan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, serta memahami bagaimana meningkatkan mutu dan disiplin penggunaan dan penguasaan Bahasa Indonesia.
3. EyD merupakan salah satu acuan dasar dari penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Dalam EyD, telah diatur beberapa ketentuan mengenai pemakaian huruf, penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan. Acuan penggunaan bahasa Indonesia yang benar tidak hanya berdasarkan EyD. Penggunaan bahasa Indonesia yang benar dapat mengacu pada Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
4. Sebagai masyarakat Indonesia yang memiliki bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia, maka sudah selayaknya kita senantiasa tetap memelihara bahasa nasional kita, yaitu bahasa Indonesia dengan berusaha menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1987. Penelitian Kependidikan Prosedur & Strategi. Bandung: Angkasa.
Badudu, J.S. 1985. Cakrawala Bahasa Indonesia I. Jakarta: Gramedia.
Balawa, La Ode. 2010. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kendari: FKIP Unhalu.
Charli, Lie. 1999. Bahasa Indonesia yang Baik. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Kartadinata, Sunaryo. 2000. Bimbingan di Sekolah Dasar. Depdikbud Dirjen PT. Bandung
Lubis, Winaria dan Dadi Waras Suhardjono. 2019. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Sahabat Pena. ISBN 978-623-7440-11-6
Suhender, M.E. 1997. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Satata, Sri, Dadi Waras Suhardjono dan Mochamad Rizki Sadikin. 2019. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi Mata Kuliah Wajib Universitas.Jakarta: Mitra Wacana Media.
.Jurnal Ilmiah Dunia Ilmu Vol. 5 No. 1 April 2019 (http://www.jurnalmudiraindure.com/wp-content/uploads/2019/07/Dra.-Rosmini-Tarigan-M.Pd-2)
Komentar
Posting Komentar