TEORI BELAJAR
TEORI BELAJAR
A. Pendahuluan
Keberhasilan proses
pembelajaran tidak terlepas dari ketepatan tenaga pendidik dalam memilih dan
menerapkan teori dan model belajar di dalam kelas. Peserta didik akan belajar
dengan baik jika guru mampu merancang
pembelajaran dengan baik. Menurut Ukti Lutvaidah (2015) menjelaskan bahwa dalam
setiap mengikuti proses pembelajaran sudah pasti setiap peserta didik mengharapkan
hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat membantu mereka dalam
mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses
belajar yang baik pula.
Pembelajaran adalah suatu
kegiatan yang bernilai edukatif, nilai tersebut mewarnai interaksi yang terjadi
antara guru dan siswa. Interaksi dalam kegiatan pembelajaran dikatakan
bernilai edukatif karena diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pembelajaran
dilakukan, dengan harapan bagaimana materi pelajaran yang disampaikan dapat
dikuasai dan dimengerti oleh siswa secara tuntas (Kartiani, 2015).
Teori
belajar merupakan dasar mengembangkan model yang akan digunakan. Model belajar
menjadi ketentuan dalam menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam
proses belajar yang akan dilaksanakan.
Model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar. Dengan demikian aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan
bertujuan yang tertata secara sistematis. Pendapat Joyce bahwa “Each model
guides us as we design instruction to help student achieve various objectives”.
Maksud kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita dalam merancang
pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran
(Trianto, 2011).
B. Pengertian
Belajar
Belajar adalah kegiatan
yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu amat sangat bergantung pada proses
belajar yang dialami oleh seseorang/peserta didik, baik ketika ia berada di
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Belajar juga
merupakan proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, maupun
sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk mendapatkan sejumlah
kesan dari bahan yang telah dipelajari.
Belajar merupakan suatu
proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya
mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar
bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan perilaku.
Sejalan dengan hal
tersebut menurut Slameto (2010: 2) mengatakan bahwa “Belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan seorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dalam lingkungannya”.
Adapun ciri-ciri perubahan
tingkah laku Menurut Slameto (2010: 3) yaitu:
1.
Perubahan
terjadi seacar sadar
2.
Perubahan
dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
3.
Perubahan
dalam belajar bersifat positif dan aktif
4.
Perubahan
dalam belajar bukan bersifat sementara
5.
Perubahan
dalam belajar bertujuan atau terarah
6.
Perubahan
mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Adapun menurut Sardiman
(2011: 20) mengemukakan bahwa “Belajar itu senantiasa merupakan perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengar, meniru dan lain sebagainya, juga belajar itu
akan lebih baik kalau sisubjek belajar mengalami atau melakukannya, jadi tidak
bersifat verbalistik”.
Berdasarkan pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses dimana adanya perubahan
tingkah laku yang ditimbulkan melalui latihan dengan menggunakan panca indera
dan dapat terlihat dari tanda-tanda perilaku yang dihasilkan setelah melakukan
proses belajar.
C. Prinsip
Belajar
Dalam perencanaan
pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat mengungkap batas-batas kemungkinan
dalam pembelajaran. Prinsip-prinsip pembelajaran bisa diartikan sebagai pedoman
yang menjadi pokok dasar atau landasan dalam pembelajaran (Dimyati, 2006).
Guru sebagai penyelenggara
dan pengelola kegiatan pembelajaran terimplikasi oleh adanya prinsip-prinsip
belajar ini. Implimentasi prinsip-prinsip pembelajaran tampak dalam rencana
pembelajaran maupun pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Implementasi
prinsip-prinsip pembelajaran bisa tampak dalam perilaku fisik maupun psikis
yang terwujud dalam perilaku guru yang diharapkan bisa meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Banyak prinsip-prinsip
belajar yang dikemukakan oleh para ahli, namun menurut Dimyati (2006) terdapat
prinsip-prinsip pelajar yang relatif berlaku umum yang bisa digunakan sebagai
dasar dalam upaya pembelajaran, baik siswa untuk meningkatkan upaya belajarnya
dan guru untuk meningkatkan upaya mengajar.
Secara lebih rinci,
prinsip-prinsip pembelajaran berdasarkan teori belajar behavioristik
dikemukakan oleh Harley & Davis dalam Rifa’i (2016) meliputi Peserta didik
berpartisipasi secara aktif; materi disusun berdasar unit-unit kecil dan
dioganisir secara sistematis dan logis; dan setiap respon peserta didik diberi
balikan dan disertai penguatan.
Selain prinsip-prinsip
pembelajaran berdasar teori behavioristik, juga terdapat prinsip-prinsip
pembelajaran yang diambil dari teori kognitif yang dikemukakan oleh Reilley dan
Lewis dalam Rifa’i (2016) yang meliputi:
1)
Menekankan
akan makna dan pemahaman;
2)
Mempelajari
materi tidak hanya proses pengulangan, tapi perlu disertai proses transfel
secara lebih luas;
3)
Menekankan
adanya pola hubungan, seperti bahan dan arti;
4)
Menekankan pembelajaran prinsip dan konsep;
5)
Menekankan
struktur disiplin ilmu dan konsep;
6) Obyek pembelajaran seperti apa adanya dan tidak disederhanakan
dalam bentuk eksperimen dalam situasi laboratoris;
7)
Menekankan
pentingnya 42 bahasa sebagai dasar pikiran dan komunikasi dan
8)
Perlunya
memanfaatkan pengajaran perbaikan yang lebih bermakna.
Sedangkan prinsip pembelajaran menurut teori humanisme, belajar bertujuan untuk memanusiakan manusia. Siswa yang
berhasil dalam belajar adalah siswa yang dapat mengaktualisasikan dirinya
dengan lingkungan (Rifa’i, 2016)
Prinsip-prinsip pembelajaran merupakan integrasi antara teori belajar tertentu, teori perilaku dan prinsip-prinsip pengajaran (Rifa’i, 2016). Prinsip-prinsip pembelajaran berkaitan dengan perhatian, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, balikan dan penguatan serta perbedaan individual. Berikut ini prinsip-prinsip pembelajaran menurut Dimyati (2006).
1. Perhatian
Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Proses belajar pengolahan informasi tidak akan
terjadi tanpa adanya perhatian. Perhatian akan timbul apabila bahan belajar
sesuai dengan kebutuhan. Apabila bahan belajar dirasa sebagai suatu kebutuhan
yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut dan berguna untuk kehidupan
sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk belajar.
Beberapa kegiatan
pemberian perhatian guru kepada siswa diantaranya adalah
a.
Pemberian
pujian verbal dan nonverbal kepada siswa;
b.
Penggunaan
metode secara bervariasi;
c.
Penggunaan
media yang sesuai;
d.
Gaya
bahasa yang tidak monoton; dan
e. Adanya pertanyaan yang membimbing (dimyati, 2006).
2. Keaktifan
Kecenderungan psikologi
dewasa menganggap bahwa anak adalah mahluk yang aktif. Anak memiliki dorongan
untuk melakukan sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak dilakukan dengan paksaan orang lain dan
tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya akan terjadi bila anak
aktif mengalami sendiri.
Dalam proses belajar, siswa selalu menampakan keaktifan, keaktifan ini
berupa ragam bentukanya, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis.
Kegiatan fisik bisa meliputi membaca, menulis, mendengar, berlatih, dsb.
Sedangkan kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah yang
dihadapi, membandingkan dengan konsep yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan
sebagainya.
Beberapa kegiatan yang
merangsang keaktifan siswa diantaranya adalah:
a.
Penggunaan
multimedia dan multimetode;
b.
Pemberian
tugas individual dan kelompok;
c.
Eksperimen;
d.
Memberikan
tugas mandiri; dan
e.
Mengadakan
tanya jawab dan diskusi (dimyati, 2006).
3. Keterlibatan Langsung
Belajar harus dilakukan oleh siswa, belajar adalah
mengalami. Belajar harus dilakukan sendiri oleh siswa dan tidak boleh
dilimpahkan kepada orang lain. Belajar yang paling baik adalah belajar langsung
dari pengalaman, yang tidak hanya mengamati secara langsung tapi juga harus
dihayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap
hasilnya.
Keterlibatan siswa
dalam belajar tidak hanya diartikan sebagai keterlibatan fisik
semata, namun juga harus melibatkan mental emosional, keterlibatan dengan
kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai
dalam pembentukan sikap, dan latihan untuk pembentukan keterampilan.
Beberapa kegiatan guru
yang memancing keterlibatan siswa secara langsung diantaranya
a. Merancang
kegiatan pembelajaran yang lebih banyak pada pembelajaran individu
dan kelompok kecil;
b.
Mementingkan
praktek;
c.
Menggunakan
media yang langsung dignakan siswa;
d.
Melibatkan
siswa mencari informasi dari luar kelas;
e. Membuat rangkuman (Dimyati, 2006)
4. Pengulangan
Belajar adalah melatih daya-daya yang tetap ada pada
manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkayal,
merasakan, berpikir, dsb. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya
tersebut akan berkembang.
Pendapat yang lain
diungkapkan oleh Thorndike yang mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan
respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman memperbesar peluang
timbulnya respon benar. Sementara dalam psikologi
conditioning menekankan pentingnya pengulangan dalam belajar bukan sebagai
hubungan stimulus dan respon, maka dalam psikologi
conditioning bukan hanya oleh stimulus tapi juga oleh stimulus yang
dikondisikan.
Beberapa kegiatan guru
dengan memberikan pengulangan bisa dilakukan dengan:
a.
Mengembangkan
soal untuk latihan;
b.
Merancang
pelaksanaan pengulangan;
c.
Mengembangkan
petunjuk praktek;
d.
Mengembangkan
alat evaluasi; dan
e.
Membuat
pengulangan yang bervariasi (dimyati, 2006).
5. Balikan dan Penguatan
Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapatkan
hasil yang baik. Hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan
berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Contoh lain siswa belajar
sungguh-sungguh untuk mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik mendorong
anak untuk belajar lebih giat lagi. Dan sebaliknya nilai yang jelek pada waktu
ulangan akan membuat anak merasa takut tidak naik kelas dan menodorong untuk belajar lebih
keras.
Beberapa kegiatan pemberian balikan dan penguatan yang bisa dilakukan oleh
guru diantaranya:
a.
Memberikan
catatan-catatan pada hasil kerja siswa;
b.
Membagikan
lembar kerja yang telah dikoreksi, dan memberikan apresiasi atau hadiah kepada
siswa;
c.
Memberikan
apresiasi kepada siswa;
d.
Mengumumkan
peringkat;
e.
Mengoreksi
lembar kerja siswa; dan
f. Memberikan jawaban yang benar ataupun yang salah (dimyati, 2006)
6. Perbedaan Individual.
Siswa merupakan individu
yang unik yang diantara mereka tidak ada yang sama persis, perbedaan bisa juga
ada pada kerakteristik psikis, kepribadian atau sifat. Perbedaan individu memiliki pengaruh terhadap cara dan
hasil belajar. Perbedaan individu harus diperhatikan oleh guru dalam
upaya pembelajaran. Prinsip perbedaan individual bisa diterapkan
dengan penggunaan metode-metode atau strategi belajar yang bervariasi sehingga
perbedaan-perbedaan kemampuan ini bisa terlayani.
Usaha lain yang bisa
dilakukan adalah dengan pengayaan untuk siswa pandai dan bimbingan tambahan
untuk siswa yang kurang pandai. Selain itu dalam pemberian tugas hendaknya
menyesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa.
Beberapa kegiatan yang
dilakukan oleh guru yang sesuai dengan prinsip perbedaan individu diantaranya
dengan:
a.
Memberikan
remidial dan pengayaan;
b.
Guru
harus mengenali karakteristik siswa;
c.
Penggunaan
metode yang bervariasi;
d. Penggunaan berbagai media (dimyati, 2006)
Berdasarkan beberapa
definisi di atas, prinsip pembelajaran bisa diartikan sebagai pelaksanaan pedoman
yang menjadi pokok dasar atau landasan dalam pembelajaran. Beberapa prinsip
pembelajaran meliputi:
1)
Perhatian;
2)
Keaktifan;
3)
Keterlibatan
langsung;
4)
Pengulangan;
5)
Balikan
dan penguatan; dan
6) Perbedaan individual.
Berdasarkan
prinsip-prinsip tersebut kemudian dibuat indikator-indikator yang diturunkan
dari pelaksanaan aspek-aspek prinsip belajar di atas yang meliputi:
1)
Memberikan
pujian verbal dan nonverbal kepada siswa;
2)
Guru
mengemukakan pertanyaan yang membimbing;
3)
Memberikan
tugas secara individu dan kelompok;
4)
Mengadakan
tanya jawab dan diskusi;
5)
Menggunakan
praktek;
6)
Melibatkan
siswa mencari informasi/pesan;
7)
Mengembangkan
soal latihan;
8)
Merancang
pelaksanaan pengulangan;
9)
Memberikan
catatan-catatan pada hasil kerja siswa;
10) Membagikan lembar jawaban yang telah
dikoreksi;
11) Memberikan apresiasi kepada siswa;
12) Memberikan pengayaan dan remidial;
13) Mengenali karakteristik siswa; dan
14) Memahami potensi dan kemampuan siswa.
D. Teori
Belajar
Ada beberapa teori dalam
belajar diantaranya sebagai berikut:
1. Teori
Belajar Behaviorisme
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori
Belajar Kognitivisme
Teori
belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap
teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini
memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran
melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan
antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini
menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti
yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari
ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda.Ausubel
menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama
terhadap belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk
konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi
dari lingkungan.
3. Teori
Belajar Konstruktivisme
Kontruksi
berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern.
Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil
dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.
Dengan
teori konstruktivisme, siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah,
mencari idea, dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka
terlibat langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu
mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selain itu, siswa terlibat secara
langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
E. Ciri-
ciri Belajar
Ciri-ciri belajar menurut
Moh. Surya (1997: 75) yaitu:
1. Perubahan
yang disadari dan disengaja (intensional); Perubahan perilaku yang terjadi
merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan.
2. Perubahan
yang berkesinambungan (kontinyu); Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan
yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan
keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.
3. Perubahan
yang fungsional; Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa
sekarang maupun masa mendatang.
4. Perubahan
yang bersifat positif; Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menunjukkan
ke arah kemajuan.
5. Perubahan
yang bersifat aktif; Untuk memperoleh perilaku yang baru, individu yang
bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan.
6. Perubahan
yang bersifat permanen; Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar
cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.
7. Perubahan
yang bertujuan dan terarah; Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada
tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah, maupun
jangka panjang.
8. Perubahan
perilaku secara keseluruhan; Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar
memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam
sikap dan keterampilannya.
F. Tujuan
Belajar
Tujuan belajar menurut
Sadirman (2010: 15) mengemukakan bahwa “dalam usaha pencapaian tujuan belajar
perlu adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar yang lebih kondusif. Sistem
lingkungan belajar itu sendiri terdiriatau dipengaruhi oleh berbagai
komponen-komponen yang masing-masing akansaling memengaruhi”. Adapun menurut
Sadirman (2008: 28) mengatakan bahwa ada beberapa tujuan belajar adalah sebagai
berikut:
1. Untuk
Mendapatkan Pengetahuan
Hal ini ditandai dengan
kemampuan berfikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berfikir sebagai yang
tidak bisa dipisahkan. Dengan kata lain tidak dapat mengembangkan kemampuan
berfikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berfikir akan memperkaya
pengetahuan.
2. Penanaman
Konsep dan Keterampilan.
Penanaman konsep atau
merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan.Keterampilan itu memang
dapat di didik, yaitu dengan banyak melatih kemampuan.
3. Pembentukan
Sikap.
Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya.untuk itu hal ini dibutuhkan kecakapan mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh.
DAFTAR PUSTAKA
A.M.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rajagrafindo.
Arief
S, Sadiman, dkk. 2010. Media Pendidikan.
Jakarta: Raja Grapindo Persada.
Arief
S, Sadiman. 2009. Media Pendidikan.
Jakarta: Rajawali Pers
Dimyati
dan Mujiono. 2006. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Kartiani, B. S. 2015. Pengaruh Metode Pembelajaran dan Motivasi
Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS Kelas V Kabupaten
Lombok Barat NTB. Jurnal pendidikan dasar, 6(2), 212-221.
Lutvaidah, Ukti. 2015. Pengaruh Metode dan Pendekatan Pembelajaran
terhadap Penguasaan Konsep Matematika. 5 (3). Hal. 279-285.
Moh.
Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan
Pengajaran. Bandung. PPB - IKIP Bandung.
Rifa'i,
A dan Anni, C.T. 2012. Psikologi
Pendidikan. Semarang: UPT UNNES Press.
Slameto. 2010. Cooperative learning teori & aplikasi
PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Yogyakarta
Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi,
dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Bumi Aksara.
Komentar
Posting Komentar