PILIHAN KATA (DIKSI)

 PILIHAN KATA (DIKSI)


Gambar 1

A. Diksi dan Gaya Bahasa

Bahasa terbentuk dari beberapa tataran gramatikal, yaitu dari tataran terendah sampai tertinggi. Tataran gramatikal tersebut adalah kata, frase, klausa dan kalimat. Ketika anda menulis atau berbicara, kata adalah kunci pokok dalam membentuk tulisan dan ucapan. Maka dari itu, kata-kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, supaya ide dan pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik. Kata-kata yang digunakan dalam komunikasi harus dipahami dalam konteks alinia dan wacana. Tidak dibenarkan menggunakan kata-kata dengan sesuka hati, tetapi harus mengikuti kaidah-kaidah yang benar.

Menulis merupakan kegiatan yang menghasilkan ide secara terus menerus dalam bentuk tulisan yang teratur yang mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan dan perasaan (ekspresif). Untuk itu penulis atau pengarang membutuhkan keterampilan dalam hal struktur bahasa dan kosakata. Hal terpenting dalam menulis adalah penguasaan kosakata yang merupakan bagian dari diksi. Ketepatan diksi dakam membuat suatu tulisan atau karangan tidak dapat diabaikan demi menghasilkan tulisan yang mudah dimengerti.

Ketika membuat sebuah karangan kita dituntut memilih kata yang tepat dan selaras dalam pengunaannya agar pembaca dan juga penulis mudah memahami maksud yang diutarakan. Dalam hal ini pemahaman tentang diksi sangat berperan penting untuk tujuan tersebut. Selain diartikan dengan pilihan kata, diksi adalah suatu pernyataan yang dipakai untuk mengungkapkan gagasan atau mengungkapkan sebuah cerita yang membahas gaya bahasa, mengungkapkan gagasan maupun lainnya. Sehingga dengan adanya diksi, setiap kata bisa dibaca dan juga dipahami oleh pembaca dan pendengar.

Gaya bahasa itu ditentukan oleh ketepatan dan kesesuaian pilihan kata, kalimat, paragraf atau wacana menjadi efektif jika diekspresikan dengan gaya bahasa yang tepat. Gaya bahasa mempengaruhi terbentuknya suasana, kejujuran, kesopanan, kemenarikan, dan tingkat keresmian atau realita. Gaya resmi, misalnya dapat membawa pembaca/pendengar ke dalam suasana serius dan penuh perhatian. Suasana tidak resmi mengarahkan pembaca/pendengar  ke dalam situasi rileks tetapi efektif. Gaya percakapan membawa suasana ke dalam situasi realistis.

Selain itu, pilihan dan kesesuaian kata yang didukung dengan tanda baca yang tepat dapat menimbulkan nada kebahasaan, yaitu sugesti yang terekspresi melalui rangkaian kata yang disertai penekanan mampu menghasilkan daya persuasi yang tinggi. Gaya bahasa berdasarkan nada yang dihasilkan oleh pilihan kata ini ada tiga macam, yaitu: (1) Gaya bahasa bernada rendah (gaya sederhana) menghasilkan ekspresi pesan yang mudah dipahami oleh berbagai lapisan pembaca, misalnya dalam buku-buku pelajaran, penyajian fakta, dan pembuktian; (2) Gaya bahasa bernada menengah, rangkaian kata yang disusun berdasarkan kaidah sintaksis dengan menimbulkan suasana damai dan kesejukkan, misalnya: dalam seminar, kekeluargaan dan kesopanan; dan (3) Gaya bahasa bernada tinggi, mengekspresikan maksud dengan penuh tenaga, menggunakan pilihan kata yang penuh vitalita, energi, dan kebenaran universal. Gaya ini menggunakan kata-kata yang penuh keagungan dan kemuliaan yang dapat menghanyutkan emosi pembaca atau pendengarnya. Gaya ini sering digunakan untuk menggerakkan massa dalam jumlah yang sangat banyak.

Diksi berfungsi sebagai alat agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pembaca atau penulis terhadap pendengar atau pembaca dalam berkomunikasi

 

B. Pengertian Diksi

Keterbatasan kosakata yang dimiliki seseorang dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat seseorang tersebut mengalami kesulitan mengungkapkan maksudnya kepada orang lain. Sebaliknya, jika seseorang terlalu berlebihan dalam menggunakan kosa kata, dapat mempersulit diterima dan dipahaminya maksud dari isi pesan yang hendak disampaikan. Oleh karena itu, agar tidak terjadi hal demikian, seseorang harus mengetahui dan memahami bagaimana pemakaian kata dalam komunikasi. Salah satu yang harus dikuasai adalah diksi atau pilihan kata. Menurut Enre (1988: 101) diksi atau pilihan kata adalah penggunaan kata-kata secara tepat untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin dinyatakan dalam pola suatu kalimat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Widyamartaya (1990: 45) yang menjelaskan bahwa diksi atau pilihan kata adalah kemampuan seseorang membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikannya, dan kemampuan tersebut hendaknya disesuaikan dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki sekelompok masyarakat dan pendengar atau pembaca. Diksi atau pilihan kata selalu mengandung ketepatan makna dan kesesuaian situasi dan nilai rasa yang ada pada pembaca atau pendengar.

Pendapat lain dikemukakan oleh Keraf (2010) yang menurunkan tiga kesimpulan utama mengenai diksi, antara lain sebagai berikut.

1. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat.

2. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai atau cocok dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.

3. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pilihan kata dan kejelasan lafal yang tepat untuk mengungkapkan gagasan, ide atau pikiran ke dalam bentuk kalimat yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat pendengar atau pembaca dengan mempertimbangkan aspek makna kata yaitu makna denotatif dan makna konotatif sebab sebuah kata dapat menimbulkan berbagai pengertian

 

C. Ketepatan Kata

Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh pembicara, maka setiap pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud pembicaraan. Ketepatan diksi akan tampak pada reaksi selanjutnya, baik berupa aksi verbal maupun berupa aksi nonverbal dari pembicara atau pendengar. Ketepatan diksi tidak akan menimbulkan salah paham. Jadi, ketika berbicara kita harus cermat dalam memilih kata untuk mencapai maksud dari apa yang dibicarakan.

Seperti halnya pembicara, penulis juga harus memiliki kemampuan memberdayakan diksi secara cermat dan tepat, agar gagasan yang disampaikan bisa menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pendengar. Menurut Wibowo (2005:37) Penulis yang baik dituntut mampu memberdayakan diksi secara cermat, agar gagasan dalam tulisanya dapat diterima pembacanya dengan jenih.

Menurut Doyin dan Wagiran (2009: 45) seorang pembicara tidak memiliki banyak waktu untuk memilih dan mempertimbangkan penggunaan katanya, sehingga pembicara harus memiliki keterampilan dalam pemilihan kata dan harus menguasai diksi, agar ketika berbicara tidak mengalami kesulitan dalam pemilihan kata.

Diksi adalah Ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosakata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya. Indikator ketepatan kata ini, antara lain: (1) mengomunikasikan gagasan berdasarkan pilihan kata yang tepat dan sesuai berdasarkan kaidah bahasa Indonesia; (2) menghasilkan komunikasi puncak (yang paling efektif) tanpa salah penafsiran atau salah makna; (3) menghasilkan respon pembaca atau pendengar sesuai dengan harapan penulis atau pembicara; dan (4) menghasilkan target komunikasi yang diharapkan.

Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.

Diksi atau pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Kata-kata yang dipilih hendaknya kata-kata yang konkret, sehingga tidak mengundang pertanyaan dari pendengar. Pilihan kata atau diksi harus disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan pendengar. Berikut beberapa butir perhatian dan persoalan yang harus diperhatikan setiap orang, agar bisa mencapai ketepatan pilihan kata (Keraf, 2008: 88-89).

1.  Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi. Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain, kita harus menetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai maksudnya. Kalau hanya pengertian dasar yang diinginkan, maka kita menggunakan kata denotatif; kalau kita menghendaki reaksi emosional tertentu, kita harus memilih kata yang konotatif sesuai dengan sasaran yang akan dicapai.

2.  Membedakan dengan cernat kata-kata yang hampir bersinonim. Sinonim adalah kata-kata yang memiliki makna yang sama. Kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Sebab itu, pembicara harus hati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga tidak timbu interpretasi yang berlainan.

3. Membedakan kata yang mirip dalam ejaannya. Bila pembicara sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu terjadi kesalahpahaman dari pendengar. Kata-kata yang mirip ejaannya itu misalnya: bahwa-bawah-bawa, interferensi-inferensi, karton-kartun, preposisi-proposisi, korporasi-koperasi, dan sebagainya.

4.  Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dengan masyarakat. Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata baru. Namun, hal itu tidak berarti bahwa, setiap orang boleh menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru biasanya muncul untuk pertama kali, karena pakai oleh orangorang yang terkenal atau pengarang tekenal. Bila anggota masayarakat lainnya menerima kata itu, maka kata itu lama-kelamaan akan menjadi milik masyarakat.

5.  Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, teritama kata-kata asing yang mengundang akhiran asing tersebut. Perhatikan penggunaan: favorablefavorit, idiom-idiomatik, progres-progresif, kultur-kultural, dan sebagainya.

6.  Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis: ingat akan bukan ingat terhadap; berharap, berharap akan; mengharapkan bukan mengharap akan; berbahaya, berbahaya bagi, membahayakan sesuatu bukan membahayakan bagi sesuatu; takut akan, menakuti sesuatu (lokatif)

7.  Untuk menjamin ketepatan diksi, pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum.

8.  Menggunakan kata-kata indria yang menunjukan persepsi yang khusus.

9.  Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.

10. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata. Yang dimaksud kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata sedemikian rupa, sehingga maksud atau pikiran seseorang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis. Kelangsungan dapat terganggu bila seeorang pembicara mempergunakan terlalu banyak kata untuk suatu maksud yang dapat diungkapkan secara singkat, atau mempergunakan kata-kata yang kabur, yang dapat menimbulkan ambiguitas (makna ganda).

Halangan pertama untuk mencapai kelangsungan pilihan kata berasal dari penggunaan kata yang terlalu banyak untuk suatu maksud serta kekaburan makna dari kata-kata yang digunakan. Menggunakan kata-kata yang tidak menambah kejelasan dapat menjadi halangan bagi kelangsungan piliahn kata.

Menurut Winarto (2004:152), kesalahan atau kekurangtepatan di dalam memilih kata atau diksi, dapat disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya dapat disebabkan oleh penguasaan kosakata yang terbatas, pemahaman yang tidak tepat terhadap kata-kata baru, pengaruh kesalahkaprahan penggunaan kata umum terjadi, maupun oleh keinginan untuk gagah-gagahan dengan memanfaatkan katakata asing dengan penerapan yang sulit. Namun, perlu disadari terlebih dahulu bahwa, kesalahan atau kekurangtepatan pemilihan kata yang sering terjadi itu dapat pula diakibatkan oleh ketidaksesuaiannya dengan ragam bahasa yang dipilih, atau dengan laras bahasa yang sesuai.

Syarat-syarat ketepatan pilihan kata dengan makna kata menurut Widjono Hs. (2012: 125) sebagai berikut:

1) Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat, denotasi yaitu kata yang bermakna lugas dan tidak bermakna ganda. Sedangkan konotasi dapat menimbulkan makna yang bermacam-macam, lazim digunakan dalam pergaulan, untuk tujuan estetika dan kesopanan;

2) Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim, kata yang hampir bersinonim misalnya: adalah, ialah, yaitu, merupakan, dalam pemakaiannya berbeda-beda;

3) Membedakan makna kata dengan cermat kata yang mirip ejaannya, misalnya: inferensi (kesimpulan) dan interferensi (saling mempengaruhi), sarat (penuh, bunting) dan syarat (ketentuan);

4) Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya: modern sering diartikan secara subjektif canggih menurut kamus modern berarti terbaru atau mutakhir; canggih berarti banyak cakap, suka mengganggu, banyak mengetahui, bergaya intelektual;

5) Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya secara tepat, misalnya; dilegalisir seharusnya dilegalisasi, koordinir  seharusnya  koordinasi;

6) Menggunakan kata-kata idomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar, misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan;

7) Menggunakan kata umum dan kata khusus, secara cermat. Untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik karangan ilmiah sebaliknya menggunakan kata khusus, misalnya: mobil (kata umum) corolla (kata khusus, sedan buatan Toyota);

8) Menggunakan kata yang berubah makna secara cermat, misalnya: isu (berasal dari bahasa Inggris issue berarti publikasi, kesudahan, perkaraisu (dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal usulnya, kabar angin);

9) Menggunakan dengan cermat kata bersinonim (misalnya: pria dan laki-laki, saya dan aku); berhomofoni (misalnya: bang dan bank, ke tahanan dan ketahanan); dan berhomografi (misalnya: apel buah, apel upacara);

10) Menggunakan kata abstrak dan kata kongkret secara cermat, kata abstrak (konseptual, misalnya: pendidikan, wirausaha dan pengobatan modern) dan kata konkret atau kata khusus (misalnya: mangga, sarapan, dan berenang). 


D. Kesesuaian Kata

Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata adalah kecocokan atau kesesuaian. Perbedaan antara ketepatan dan kecocokan mencakupi soal kata mana yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu. Dalam persoalan ketepatan, kita bertanya apakah pilihan kata yang kita pakai sudak setepat-tepatnya, sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang berlainan antara pembicara dengan pendengar; sedangkan dalam persoalan kecocokan atau kesesuaian, kita mempersoalkan apakah pilihan kata yang dipergunakan tidak merusak suasaba dan menyinggung perasaan orang yang hadir.

Sebab itu, ada beberapa hal yang perlu diketahui setiap penulis atau pembicara agar kata-kata yang dipergunakan tidak akan mengganggu suasana, dan tidak akan menimbulkan ketegangan antara pembicara dengan pendengar. Menurut Keraf (2008:103-104), syarat-syarat tersebut sebagai berikut.

1. Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam suatu situasi yang formal. Bahasa substandar digunakan untuk pergaulan biasa, tidak cocok dipakai dalam situasi formal atau resmi. Bahasa standar lebih ekspresif dari bahasa substandar. Bahsa substandar cukup untuk dipergunakan dalam kebutuhan-kebutuhan umum. Kata-kata terbatas, sehingga sulit dipakai dalam penjelasan berbagai macam gagasan yang kompleks.

2. Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi umum hendaknya menggunakan kata-kata populer. Pembicara harus mengenal sasarannya (pendengar) agar dapat memilih kata yang sesuai. Jika pendengar dari suatu kelompok khusus yang diikat oleh suatu bidang ilmu tertentu maka pembicara harus menggunakan kata-kata ilmiah, tetapi bila yang menjadi sasarannya adalah masyarakat umum, maka kata yang dipilih adalah kata-kata populer.

3. Pembicara sejauh mungkin menghindari kata-kata slang. Kata-kata slang adalah semacam kata percakapan yang tinggi atau murni. Kata slang adalah kata-kata substandar yang informal, yang disusun secara khas; atau kata-kata biasa yang diubah secara erbitrer; atau kata-kata kiasan yang khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan. Kadang kala kata slang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja, atau kadangkala berupa pengrusakan sebuah kata biasa untuk mengisi suatu bidang makna lain.

4. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati). Biasanya idiom disejajarkan dengan pengertian peribahasa dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya pengertian idiom ini jauh lebih luas dari peribahasa. Untuk mengetahui makna sebuah idiom, setioap orang harus mempelajarinya sebagai seorang penutur asli, tidakj mungkin hanya melalui makna dari katakata yang membentuknya. Misalnya seorang asing yang sudah mengetahui arti makan dan tangan, tidak akan memahami makna frasa makan tangan. Tidak akan terpikir oleh orang asing tersebut, bahwa makan tangan berarti kena tinju atau beruntung besar. Contoh idiom lain yaitu makan garam, makan hati, makan suap, dan sebagainya. Oleh sebab itu, sebagai pembicara kita harus mengenal pendengar dan tidak asal menyebutkan atau mengungkapkan sebuah idiom, karena belum tentu semua orang atau pendengar mengerti dengan idiom yang kita ungkapkan. Untuk amannya, lebih baik hindari idiom-idiom yang tidak dimengerti oleh pendengar.

5. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial. Bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan suatu maksud. Fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung yang tidak perlu disembunyikan.

Berikut ini contoh penggunaan kata artifisial.

a. Ia mendengar kepak sayap kelelawar dan guyuran sisa hujan dari dedaunan, karena angin pada kemuning.

b. Ia mendengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti yang jauh.

 

Kalimat-kalimat tersebut dapat diganti dengan kalimat yang biasa.

a. Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di daun.

b. Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang.

Dalam karya sastra, memang perlu ditampilkan bahasa yang indah. Dalam bahasa umum atau bahasa ilmiah, bahasa artifisial ini perlu dihindari. Jika pembicara menggunakan bahasa artifisial, belum tentu pendengar dapat memahami arti dari bahasa artifisial yang ungkapkan tersebut.

Memperhatikan kesesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana, dan situasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana yang sedang berlangsung. Syarat kesesuaian kata menurut Widjono Hs.(2012: 126) sebagai berikut.

1. Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukkan penggunaannya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan.

Misalnya:

hakikat (baku), hakekat (tidak baku),

konduite (baku), kondite (tidak baku);

2. Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat.

Misalnya:

kencing (kurang sopan), buang air kecil (lebih sopan),

pelacur (kasar), tunasusila (lebih halus);

3. Menggunakan kata berpasangan (idiomatik) dan berlawanan makna dengan cermat.

Misalnya: 

sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar),

bukan hanya ... melainkan juga (benar),

bukan hanya ... tetapi juga (salah),

tidak hanya ... tetapi juga (benar);

4. Menggunakan kata dengan nuansa tertentu.

Misalnya: 

berjalan lambat, mengesot, dan merangkak; 

merah darah, merah hati.

5. Menggunakan kata ilmiah untuk penulisan karangan ilmiah, dan komunikasi nonilmiah (surat-menyurat, diskusi umum) menggunakan kata populer,

Misalnya:

argumentasi (ilmiah), pembuktian (populer);

psikologi (ilmiah), ilmu jiwa (populer).

6. Menghindarkan penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis.

Misalnya:

tulis, baca, kerja (bahasa lisan);

menulis, menuliskan, membaca, membacakan, bekerja, mengerjakan, dikerjakan (bahasa tulis).

Ketepatan kata terkait dengan konsep, logika, dan gagasan yang hendak ditulis dalam karangan. Ketepatan itu menghasilkan kepastian makna. Sedangkan kesesuaian kata menyangkut kecocokan antara kata yang dipakai dengan situasi yang hendak diciptakan sehingga tidak mengganggu suasana batin, emosi, atatu psikis antara penulis dengan pembacanya, pembicara dan pendengarnya. Misalnya: keformalan, keilmiahan, keprofesionalan, dan situasi tertentu yang hendak diwujudkan oleh penulis. Oleh karena itu, untuk menghasilkan karangan yang berkualitas penulis harus memperhatikan ketepatan dan kesesuaian kata.

Penggunaan kata dalam surat, proposal, laporan, pidato, diskusi ilmiah, dll harus tepat dan sesuai dengan situasi yang hendak diciptakan. Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep, pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi suatu masalah. Tegasnya, diksi merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas suatu karangan. Pilihan kata yang tidak tepat dapat menurunkan kualitas suatu karangan.

Memilih kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan ilmiah menuntut penguasaan: (1) keterampilan yang tinggi terhadap bahasa yang digunakan; (2) wawasan ilmu yang ditulis; (3) konsistensi penggunaan sudut pandang, istilah, baik dalam makna maupun bentuk agar tidak menimbulkan salah penafsiran; (4) syarat ketepatan kata; dan (5) syarat kesesuaian kata

Dari beberapa keterangan di atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan mengenai fungsi diksi.

1) Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal;

2) Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca;

3) Menciptakan komunikasi yang baik dan benar;

4) Menciptakan suasana yang tepat;

5) Mencegah perbedaan penafsiran;

6) Mencegah salah pemahaman; dan

7) Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

 

E. Pergeseran Makna

Pengertian pergeseran makna adalah berubahnya atau bergesernya makna suatu kata menjadi/memiliki makna baru. Perubahan makna tersebut diakibatkan oleh beberap faktor, seperti faktor kebetulan, perkembangan zaman, tabu, dan faktor polisemi. Kata-kata yang mengalami pergeseran makna akan mengalami perluasan (generalisasi), menyempit (spesialisasi), memburuk (peyorasi), membaik (ameliorasi), pertukaran makna (sinestesia), persamaan makna (sinonim).

Faktor penyebab perubahan atau pergeseran makna.

1. Kebahasaan

a. Perubahan intonasi adalah perubahan makna yang diakibatkan oleh perubahan nada, irama, dan tekanan.

b. Perubahan struktur frasa: kaleng susu (kaleng bekas tempat susu), susu kaleng (susu yang dikemas dalam kaleng)

c. Perubahan bentuk kata adalah perubahan makna yang ditimbulkan oleh perubahan bentuk. Tua (tidak muda) jika ditambah awalan ke- menjadi ketua, makna berubah menjadi pemimpin.

d. Kalimat akan berubah makna jika strukturnya berubah.

2.  Kesejarahan

Penggunaan kata bercetak miring pada masa lalu dan bandingkan dengan pemakaian kata bahasa masa sekarang.

- Prestasi orang itu berbobot. (sekarang berkualitas)

- Prestasi kerjanya mengagumkan. (sekarang kinerja)

- Ia karyawan yang pintar. (sekarang cerdas)

- Ia pantas menjadi teladan karena konduite kerjanya sangat tinggi (sekarang layak)

3. Kesosialan

Masalah sosial berpengaruh terhadap perubahan makna. Kata gerombolan  yang pada mulanya bermakna orang berkumpul atau kerumun. Kemudian kata itu tidak digunakan karena berkonotasi dengan pemberontak, perampok dan sebagainya.

Perhatikan kata-kata berikut:

- Petani kaya disebut petani berdasi

- Militer disebut baju hijau

- Guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa

4. Kejiwaan

Perubahan makna karena faktor kejiwaan ditimbulkan oleh pertimbangan: (a) rasa takut, (b) kehalusan ekspresi, dan (c) kesopanan.

Perhatikan contoh berikut ini:

a) Tabu:

pelacur disebut tunasusila atau penjaja seks komersial (PSK)

germo disebut hidung belang

koruptor disebut penyalahgunaan jabatan

b) Kehalusan (pleonasme):

bodoh disebut kurang pandai

malas disebut kurang rajin

perampok hutan disebut penjarah hutan

c) Kesopanan:

ke kamar mandi disebut ke belakang

gagal disebut kurang berhasil

sangat baik disebut tidak buruk

5. Bahasa Asing

Perubahan makna karena faktor bahasa asing, misalnya:

jalur khusus bus disebut busway

tempat orang terhormat disebut VIP

kereta api satu rel disebut monorel

penuh warna, kalerful dari kata colourfull

6.  Kata Baru

Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut memerlukan bahasa sebagai alat ekspresi dan komunikasi. Kreativitas baru dihadapkan pada kelangkaan makna leksikal, yang mendasari bentuk inflesi suatu kata atau istilah baru yang mendukung pemikirannya. Kebutuhan tersebut mendorong untuk menciptakan istilah baru bagi konsep baru yang ditemukannya.

Contoh:

jaringan kerja (jejaring) untuk menggantikan network

justifikasi untuk menggantikan pembenaran

kinerja untuk menggantikan permormance

klarifikasi untuk menggantikan clarification

vasektomi menggantikan operasi untuk memandulkan kaum pria dengan cara memotong saluran sperma dari bawah jakar sampai kantung sperma.

unduh untuk menggantikan download

unggah untuk menggantikan upload

surel (surat elektronik) untuk menggantikan email

dll

 

F. Denotasi dan Konotasi

Kata denotasi lebih menekankan tidak adanya nilai rasa, sedangkan konotasi bernilai kias. Makna denotasi lazim disebut (1) makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi (pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan objektif; (2) makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi yaitu tempat duduk yang berkaki empat (makna sebenarnya); dan (3) makna lugas yaitu makna apa adanya, lugu, polos, makna sebenarnya, bukan makna kias.

Makna Konotasi merupakan makna bukan sebenarnya dan merujuk pada hal yang lain. Makna konotasi adalah makna kias.

Contoh:

Dalam peristiwa itu, dia dijadikan kambing hitam. (kambing hitam bermakna orang  yang dipersalahkan)

Anak itu berangkat besar ketika ayahnya pergi ke Jepang. (berangkat bermakna beranjak atau mulai menjadi)

Bunga desa itu sudah menjadi karyawan bank. (Kata bunga desa bermakna sesuatu yang dianggap cantik) 

 

Sebuah kata dapat merosot nilai rasanya karena penggunaannya tidak sesuai dengan makna denotasinya. Umpamanya, kata kebijaksanaan yang bermakna denotasi kelakuan atau tindakan arif dalam menghadapi suatu masalah, menjadi negatif konotosinya akibat kasus-kasus tertentu.

Misalnya:

Pengemudi kendaraan bermotor ditilang karena melanggar peraturan lalu lintas minta kebijaksanaan kepada petugas agar tidak diperkarakan. (damai di tempat)

Untuk mengurus surat-surat di kantor pemerintah seringkali kita diminta memberi kebijaksanaan oleh sang petugas agar urusan tidak terlambat. (memberikan uang suap)

 

G. Sinonim

Sinonim ialah persamaan makna kata. Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk, ejaan, dan pengucapannya, tetapi bermakna hampir sama. Contoh: kredit bersinonim dengan mencicil, berdusta bersinonim dengan berbohong, rajin bersinonim dengan giat, haus  bersinonim dengan dahaga, baju bersinonim dengan pakaian, bunga bersinonim dengan kembang, dll.

Perhatikan contoh kata-kata bersinonim dan hampir bersinonim berikut ini. Cermatilah, dapatkah kata-kata tersebut dipertukarkan penggunaannya dalam sebuah kalimat? Jika tidak, kata-kata tersebut tidak bersinonim sepenuhnya.

hamil, bunting

hasil, produksi, prestasi, keluaran

kecil, mikro, minor, mungil

korupsi, mencuri

strategi, teknik, taktik, siasat, kebijakan

terminal, halte, perhantian, stasiun, pangkalan, pos.

Jadi, kesinoniman mutlak jarang ditemukan dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia.

Dua kata bersinonim atau hampir bersinonim tidak digunakan dalam sebuah frasa. Misalnya: adalah merupakan, agar supaya, bagi untuk, adalah yaitu, yth. kepada.

Misalnya:

1) Kucing adalah merupakan binatang buas. (salah)

a. Kucing adalah binatang buas. (benar)

b. Kucing merupakan binatang buas (benar)

2) Kepada Yth. Ibu Fathimah. (salah)

a. Kepada Ibu Fathimah. (benar)

b. Yth. Ibu Fathimah. (benar)

3) Ia bekerja keras agar supaya sukses. (salah)

a. Ia bekerja keras agar sukses. (benar)

b. Ia bekerja keras supaya sukses. (benar)

 

H. Idiomatik

Kata yang idiomatik adalah penggunaan kedua kata yang berpasangan. Misalnya: sesuai dengan, disebabkan oleh, berharap akan, dan lain-lain. Pasangan idiomatik kadua kata seperti itu tidak dapat digantikan dengan pasangan lain.

Contoh:

Bangsa Indonesia berharap akan tampilnya seorang presiden yang mampu mengatasi berbagai kesulitan bangsa.

Karyawan itu bekerja sesuai dengan aturan perusahaan.

Kekacauan sosial di berbagai tempat disebabkan oleh tidak meratanya keadilan dan kemakmuran.

Kata berharap akan (kalimat 1) tidak dapat diganti oleh mengharapkan akan atau berharap dengan. Pasangan kedua kata sesuai dengan (kalimat 2) tersebut tidak boleh diganti pasangan lain. Misalnya: sesuai pada, disebabkan karena, mengharapkan akan. Kata ganti disebabkan oleh (kalimat 3) tidak dapat diganti disebabkan karena atau disebabkan dengan.

Ungkapan idiomatik adalah ugkapan yang khas pada suatu bahasa yang salah satu unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik adalah kata-kata yang  mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa. Oleh karena itu, setiap  kata yang membentuk idiom berarti di dalamnya sudah ada kesatuan bentuk dan makna. Meski dengan prinsip ekonomi bahasa pun, salah satu unsurnya tetap tidak boleh dihilangkan. Setiap idiom sudah terpatri sedemikian rupa sehingga para pemakai bahasa mau tidak mau   harus tunduk pada aturan pemakainya. Sebagian besar idiom yang berupa kelompok kata, misalnya, gulung tikar, adu domba, muka tembok, tidak boleh dipertukarkan susunannya menjadi  tikar  gulung,  domba  adu,  tembok muka karena ketiga kelompok kata yang terakhir itu bukan idiom.

Biasanya, idiom juga digolongkan dengan peribahasa dalam bahasa Indonesia.  Padahal, pengertian idiom  jauh  lebih  luas  daripada  peribahasa.  Untuk  mengetahui  makna  sebuah  idiom, setiap orang harus mempelajarinya sebagai seorang penutur asli, tidak mungkin hanya melalui makna dari kata-kata  yang  membentuknya. Jadi, pengertian idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa  yang  umum,  biasanya  berbentuk  frasa,  sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya. Misalnya, ada seorang asing yang sudah mengetahui makna kata makan dan tangan,  tidak  akan  memahami  frasa makan  tangan.  Siapa  orang yang akan  berpikir bahwa makan tangan sama  artinya  dengan kena  tinju atau beruntung  besar?  Selanjutnya,  masih  terdapat  idiom dengan kata makan lainnya, seperti makan garam yang berarti berpengalaman dalam hidup, makan hati yang berarti  bersusah  hati  karena  perbuatan  orang  lain, makan suap yaitu  menerima  uang sogok.

 

I. Homonim, Homofon, Homograf

1. Homonim

Homonim adalah kata yang sama lafal dan ejaannya dengan kata yang lain tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber yang berbeda.

Contoh pasangan kata yang termasuk homonim:

1) bisa : dapat

bisa : racun

2) buku : ruas

buku : kitab

3) salak : nama buah

salak : bunyi gonggongan anjing

4) bulan : waktu 30 hari

bulan : nama satelit bumi

5) genting : gawat

genting : benda penutup atap rumah

6) malam : nama waktu lawannya siang

malam : nama  zat bahan membatik

7) bandar : pelabuhan

bandar : parit

bandar : pemegang uang dalam perjudian

2. Homofon

Homofon terdiri atas kata homo berarti sama dan foni (phone) berarti bunyi atau suara. Homofoni mempunyai pengertian sama bunyi, berbeda tulisan, dan berbeda makna.

Contoh:

1) halaman : halaman buku

halaman : halaman rumah

2) baku : bahasa baku : bahasa standar

baku : baku hantam : saling hantam

3) bank : tempat simpan dan pinjam uang

bang : sebutan atau panggilan dari abang atau kakak laki-laki 

3. Homograf

Homograf terdiri dari kata homo berarti sama dan graf (graph) berarti tulisan. Homografi ditandai oleh kesamaan tulisan, berbeda bunyi, dan berbeda makna.

Contoh:

1) apel : nama buah

apel : upacara di lapangan

2) teras : pejabat utama

teras : lantai depan rumah

teras : bidang tanah datar yang miring di perbukitan

3) serang : mendatangi untuk menyerang

serang : nama kabupaten di Banten

 

J. Kata Abstrak dan Kata Konkret

Kata abstrak adalah sebuah kata yang memiliki rujukan berupa konsep atau pengertian. Sesuai dengan namanya kata abstrak lebih memerlukan pendalaman pemahaman, karena sifatnya yang tidak nyata. Pemakaian dalam penulisan bergantung pada jenis dan tujuan penulisan. Karangan berupa deskripsi fakta menggunakan kata-kata konret, seperti: hama tanaman penggerek, penyakit radang paru-paru, virus HIV. Tetapi, karangan berupa klasifikasi atau generalisasi sebuah konsep menggunakan kata abstrak, seperti: pendidikan usia dini, bahasa pemrogram, high text markup language (HTML).

Uraian sebuah konsep biasanya diawali dengan pembahasan umum yang menggunakan kata abstrak dilanjutkan dengan detail yang menggunakan kata konkret.

Perhatikan contoh berikut ini:

APBN RI mengalami kenaikan lima belas persen. (kata konkret)

Kebaikan (kata abstrak) seseorang kepada orang lain bersifat abstrak. (tidak berwujud atau tidak berbentuk)

Kebenaran (kata abstrak) pendapat itu tidak terlalu tampak.

 

Untuk lebih jelasnya lihat beberapa contoh kata abstrak di bawah ini.

Kata Abstrak:

- Kaya

- Miskin

- Kesenian

- Kerajinan

- Demokrasi

- Kemakmuran

 

Kata konkret merupakan kebalikan dari kata abstrak. Kata konkret yaitu kata yang mempunyai rujukan berupa objek yang dapat diserap oleh panca indera. Kata konkret memiliki ciri bisa dirasakan, bisa dilihat, diraba, didengar, dan bisa dicium.

Di bawah ini contoh-contoh kata konkret.

Kata Konkret:

- Sandang

- Pangan

- Bekerja

- Membaca

- Berunding

 

K. Kata Umum dan Kata Khusus

Kata umum ialah kata-kata yang memiliki makna dan cakupan pemakaian yang lebih luas. Kata-kata yang termasuk dalam kata umum disebut dengan hipernim. Sedangkan kata khusus ialah kata-kata yang ruang lingkup dan cakupan maknanya lebih sempit disebut juga dengan hiponim. Pada umumnya kata umum memiliki beberapa macam kata khusus, meskipun kata-kata khusus memiliki bentuk yang berbeda, maknanya tetaplah sama dengan makna kata umum.

Contoh:

1) Kata umum: melihat

Kata khusus: menengok, menyaksikan, melirik, memandang, memelototi, mengamati dan 

Memperhatikan

 

2) Kata umum: mendatangi

Kata khusus: mampir, singgah, berkunjung

 

3) Kata umum: membawa

Kata khusus: mengangkat, menjinjing, menggendong, mengangkut, menyeret,

membopong, memanggul

 

Setiap kata umum dapat digunakan dalam setiap konteks penggunaan bahasa di dalam kalimat, sedangkan kata khusus hanya digunakan dalam konteks-konteks kalimat tertentu. Dengan kata lain, kata khusus tidak bisa sembarangan digunakan pada kalimat. Oleh karena itu, pemilihan kata atau diksi dalam kata khusus sangat penting untuk diperhatikan.

Perhatikan contoh berikut ini:

Ayah melihat adiknya yang sedang dirawat di rumah sakit.

Ayah menengok adiknya yang sedang dirawat di rumah sakit.

Ayah melirik adiknya yang sedang sakit dirumah sakit.

Kalimat di atas memiliki kata umum yakni melihat dan kata khusus seperti menengok dan melirik. Pada kalimat pertama, kata umum masih bisa digunakan sesuai dnegan konteks kalimat di atas. Sedangkan pada kalimat ketiga kata khusus melirik tidaklah sesuai dengan konteks kalimat tersebut. Kata khusus yang sesuai ialah menengok pada kalimat kedua.

Contoh lainnya:

Pak Dadang membawa karung beras yang sangat berat.

Pak Dadang memikul karung beras yang sangat berat.

Pak Dadang menjinjing karung beras yang sangat berat.

Kata khusus dari kata umum membawa yang tepat sesuai dengan konteks di atas ialah memikul. Sedangkan menjinjing tidaklah tepat digunakan dalam konteks kalimat tersebut. Oleh karena itu, penggunaan kata khusus memiliki cakupan yang lebih sempit dan hanya bisa dipakai dalam kalimat tertentu, sehingga pemilihan kata atau diksi sangat diperlukan.

Contoh kata umum dan khusus dalam kalimat:

Mata ibu mengeluarkan air mata ketika mengiris bawang merah. (kata khusus)

Ketika hari raya tiba, umat muslim memotong sapi dan kambing sebagai hewan kurban. (kata umum)

Adik disuruh ibu untuk memangkas rumput yang sudah tinggi di halaman belakang. (kata khusus)

 

L.  Peristilahan

Memaknai istilah atau memberi makna pada istilah berkaitan dengan: kata, kalimat, dan paragraf. Istilah yang dimaksud harus berkaitan dengan konteksnya. Untuk kata, dikaitkan penggunannya dalam kalimat. Demikian juga untuk kalimat dikaitkan konteksnya dengan paragraf. Dalam membahas istilah, perlu diperhatikan beberapa proses pembentukan istilah berdasarkan kaidah Ejaan yang Disempurnakan (EYD) atau Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan suatu makna, konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. Ada dua macam istilah: (1) istilah khusus; dan (2) istilah umum. Istilah khusus: kata yang pemakaiannya dan maknanya terbatas pada suatu bidang tertentu, misalnya: pencakar langit (bangunan), agregat (ekonomi).  Istilah umum: kata yang menjadi unsur bahasa umum, misalnya: ambil alih, daya guna, kecerdasan, dan tepat guna merupakan istilah umum.

Dalam pembentukan istilah perlu diperhatikan persyaratan dalam pemanfaatan kosakata bahasa Indonesia sebagai berikut:

1) Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling tepat untuk mengungkapkan konsep termaksud dan yang tidak menyimpang dari makna itu,

2) Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling singkat di antara pilihan yang tersedia yang mempunyai rujukan sama.

3) Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang bernilai rasa (konotasi) baik.

4) Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang sedap didengar (eufonik).

5) Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang bentuknya seturut kaidah bahasa Indonesia.

Contoh:

Kata tahanan

Sebagai kata, makna kata tahanan masih bersifat umum, tetapi sebagai istilah dalam bidang hukum makna kata tahanan adalah lembaga pemasyarakatan atau penjara, sedangkan sebagai istilah dalam bidang kelistrikan kata tahanan itu bermakna daya yang menahan arus listrik.

Kata akomodasi

Sebagai istilah dalam bidang kepariwisataan, akomodasi mempunyai makna atau berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan fasilitas penginapan dan tempat makan. Sebagai istilah dalam bidang optik kata akomodasi itu bermakna penyesuaian lensa dengan cahaya. Namun, karena frekuensi penggunaan kata akomodasi sebagai istilah bidang pariwisata lebih tinggi daripada dalam bidang pelistrikan, maka masyarakat umum lebih mengenal kata akomodasi sebagai istilah bidang pariwisata itu.

Kata tangan dan lengan

Makna kata sebagai istilah memang dibuat setepat mungkin untuk menghindari kesalahpahaman dalam bidang ilmu atau kegiatan tertentu. Dalam bidang kedokteran, misalnya, kata tangan dan lengan digunakan sebagai istilah untuk pengertian yang berbeda. Tangan adalah dari pergelangan sampai ke jari-jari; sedangkan lengan dari pergelangan sampai ke pangkal bahu. Sebaliknya dalam bahasa umum lengan dan tangan dianggap bersinonim, sama maknanya.

Kata telinga dan kuping

Kata telinga dan kuping dalam bahasa umum dianggap bersinonim, tetapi sebagai istilah kedokteran diperbedakan maknanya. Telinga adalah bagian dalam dari alat pendengaran sedangakan kuping adalah bagian luarnya.

Istilah dalam bahasa Indonesia bersumber pada kosakata umum bahasa Indonesia, kosakata bahasa serumpun, dan kosakata bahasa asing. Proses pembentukan istilah dimulai dengan pemadanan atau penerjemahan, misalnya camera menjadi kamera; dan gabungan penerjemahan dan penyerapan, misalnya subdivision menjadi subbagian.

 

5. Proses pembentukan istilah

a. Konsep ilmu pengetahuan dan peristilahannya

Upaya kecendikiaan ilmuan (scientist) dan pandit (scholar) telah dan terus menghasilkan konsep ilmiah, yang pengungkapannya dituangkan dalam perangkat peristilahan. Ada istilah yang sudah mapan dan ada pula istilah yang masih perlu diciptakan. Konsep ilmiah yang sudah dihasilkan ilmuwan dan pandit Indonesia dengan sendirinya mempunyai istilah yang mapan. Akan tetapi, sebagian besar konsep ilmu pengetahuan modern yang dipelajari, digunakan, dan dikembangkan oleh pelaku ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia datang dari luar negeri dan sudah dilambangkan dengan istilah bahasa asing. Di samping itu, ada kemungkinan bahwa kegiatan ilmuwan dan pandit Indonesia akan mencetuskan konsep ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang sama sekali baru sehingga akan diperlukan penciptaan istilah baru.

b. Bahan baku istilah Indonesia

Tidak ada satu bahasa pun yang sudah memiliki kosakata yang lengkap dan tidak memerlukan ungkapan untuk gagasan, temuan, atau rekacipya yang baru. bahasa Inggris yang kini dianggap bahasa internasional utama, misalnya, pernah menyerap kata dan ungkapan dari bahasa Yunani, Latin, Prancis, dan bahasa lain, yang jumlahnya hampir tiga perlima dari seluruh kosakatanya. Sejalan dengan itu, bahan istilah Indonesia diambil dari berbagai sumber, terutama dari tiga golongan bahasa yang penting, yakni (1) bahasa Indonesia, termasuk unsur serapannya, dan bahasa Melayu; (2) bahasa Nusantara yang serumpun, termasuk bahasa Jawa Kuno; dan (3) bahsa asing, seperti bhasa Inggris dan bahasa Arab.

c. Pemantapan istilah Nusantara

Istilah yang mengungkapkan konsep hasil galian ilmuwan dan pandit Indonesia, seperti bhinneka tunggal ika, batik, banjar, sawer, gunungan, dan pamor, telah lama diterima secara luas sehingga dapat dimantapkan dan hasilnya dikodifikasi.

d. Pemadanan istilah

Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia, dan jika perlu ke salah satu bahasa serumpun, dilakukan lewat penerjemahan, penyerapan, atau gabungan penerjemahan dan penyerapan. Demi keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah Inggris yang pemakaiannya bersifat internasional karena sudah dilazimkan oleh para ahli dalam bidangnya. Penulisan istilah serapan itu dilakukan dengan atau tanpa penyesuaian ejaannya berdasarkan kaidah fonotaktik, yakni hubungan urutan bunyi yang diizinkan dalam bahasa Indonesia.

e. Penerjemahan dengan perekaan

Adakalanya upaya pemadanan istilah asing perlu dilakukan dengan menciptakan istilah baru. Istilah factoring, misalnya, sulit diterjemahkan atau diserap secara utuh. Dalam khazanah kosakata bahasa Indonesia/Melayu terdapat bentuk anjak dan piutang yang menggambarkan pengalihan hak menagih utang. Lalu, direka istilah anjak piu-tang sebagai padanan istilah factoring. Begitu pula pemadanan catering menjadi jasa boga dan invention menjadi rekacipta diperoleh lewat perekaan.

f. Perekaciptaan istilah

Kegiatan ilmuwan, budayawan dan seniman yang bergerak di baris terdepan ilmu, teknologi, dan seni dapat mencetuskan konsep yang belum ada selama ini. Istilah baru untuk mengungkapkan konsep itu dapat direkacipta sesuai dengan lingkungan dan corak bidang kegiatannya. Misalnya, rekacipta istilah fondasi cakar ayam, penyangga sosrobahu, plasma inti rakyat, dan tebang pilih Indonesia telah masuk ke dalam khazanah peristilahan.

Misalnya, rekacipta istilah fondasi cakar ayam, penyangga sosrobahu, plasma inti rakyat, dan tebang pilih Indonesia telah masuk ke dalam khazanah peristilahan.

 

M. Kata Baku dan Nonbaku

Kata baku adalah kata yang digunakan sudah sesuai dengan pedoman atau kaidah bahasa yang telah di tentukan. Kata baku merupakan kata yang sudah benar dengan aturan maupun ejaan kaidah bahasa Indonesia dan sumber utama dari bahasa baku yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kata baku umumnya sering digunakan pada kalimat yang resmi, baik itu dalam suatu tulisan maupun dalam pengungkapan kata-kata.

Kata-kata baku yaitu kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang sudah ditentukan sebelumnya dan suatu kata bisa disebut dengan kata tidak baku jika kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Ketidakbakuan suatu kata bukan hanya ditimbulkan oleh salah penulisan saja, akan tetapi bisa juga disebabkan oleh pengucapan yang salah dan penyusunan suatu kalimat yang tidak benar. Biasanya kata tidak baku selalu muncul dalam percakapan kita sehari-hari.

Kata baku biasanya sering digunakan ketika: membuat karya ilmiah; membuat surat lamaran pekerjaan; membuat surat dinas, surat edaran dan surat resmi lainnya; membuat laporan; membuat nota dinas; saat berpidato dan rapat dinas; saat musyawarah atau diskusi; dan surat menyurat antara organisasi, instansi atau lembaga.

Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan munculnya kata tidak baku, antara lain: pengguna bahasa tidak mengetahui bentuk penulisan dari kata yang dia maksud; pengguna bahasa tidak memperbaiki kesalahan dari penggunaan suatu kata, itulah yang menyebabkan kata tidak baku selalu ada; pengguna bahasa sudah terpengaruh oleh orang-orang yang terbiasa menggunakan kata yang tidak baku; dan pengguna bahasa sudah terbiasa memakai kata tidak baku.

Contoh:

1) pergi (baku)

pigi (nonbaku)

2) praktik (baku)

praktek (nonbaku)

3) November (baku)

Nopember (nonbaku)

4) apotek (baku)

apotik (nonbaku)

5) nasihat (baku)

nasehat (nonbaku0

6) teknik (baku)

tekhnik (nonbaku)

7) bus (baku)

bis (nonbaku)

8) kualitas (baku)

kwalitas (nonbaku)

9) jadwal (baku)

jadual (nonbaku)

 

Ciri-ciri bahasa baku antara lain: (1) tidak dipengaruhi oleh bahasa daerah; (2) tidak dipengaruhi oleh bahasa asing; (3) bukan merupakan ragam bahasa percakapan; (4) tidak rancu; (5) digunakan sebagai konteks kalimat; dan (6) pemakaian imbuhan secara eksplisit

Ciri-ciri bahasa nonbaku antara lain: (1) bentuk kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak; (2) menggunakan kata penghubung; dan (3) menggunakan kata-kata yang biasa dan lazim dipakai sehari-hari, contoh: bilang, bikin, pergi, biarin.


N. Majas (Gaya Bahasa)

Sebagian dari kita mungkin tidak banyak yang tahu mengenai majas. Paling tidak secara harfiah. Meski nyatanya tanpa disadari kerap menggunakan itu dalam kehidupan sehari-hari dalam percakapan di rumah, di sekolah, ataupun di lingkungan lainnya. Begitu juga dalam bahasa tulisan.

Penggunaan majas dalam gaya bahasa ini bertujuan untuk membuat pembaca bisa merasakan efek emosional tertentu dari gaya bahasa tersebut. Berbagai jenis majas sering digunakan sesuai dengan arah pembicaraan atau efek gaya bahasa yang diinginkan. Itu sebabnya, dikenal ada banyak jenis majas dalam bahasa Indonesia. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan majas?

Jika mengacu pada KKB Daring (2016) majas atau gaya bahasa sendiri merupakan cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain atau kiasan. Majas umumnya digunakan dalam penulisan karya sastra, termasuk di dalamnya puisi dan prosa. Tujuannya sederhana, memperkaya pemilihan kata dan bahasa dalam karya. Artinya sendiri bisa berbeda tergantung pada konteks penggunaannya.

Secara umum, majas dibagi ke dalam empat kategori, yakni: (1) majas perbandingan; (2) majas pertentangan; (3) majas sindiran; dan (4) majas penegasan.

1. Majas Perbandingan

Jenis majas perbandingan meliputi majas yang menggunakan gaya bahasa ungkapan dengan cara menyandingkan atau membandingkan suatu objek dengan objek yang lainnya, yakni melalui proses penyamaan, pelebihan, atau penggantian. Di dalam majas perbandingan ini pun masih dapat dibagi ke dalam beberapa sub jenis, sebagai berikut.

1) Majas Personifikasi

Majas personifikasi menggunakan gaya bahasa yang ungkapannya seakan menggantikan fungsi benda mati yang dapat bersikap seperti manusia. Majas ini membandingkan benda mati dan manusia. Jadi, intinya adalah pada kata ‘person’ yang berarti orang, atau meng-orang-kan benda mati.

Contoh:

Pensil itu menari-nari di atas kertas untuk menghasilkan gambar yang indah.

Hembusan angin di tepi pantai membelai rambutku.

Ombak berkejar-kejaran ke tepi pantai.

Padi menunduk mengucapkan selamat pagi.

Pepohonan di hutan itu tampak sedih karena musim kemarau panjang.

Lautan biru itu seolah menatapku dalam hening.

Aku bisa merasakan dinding-dinding di sekitarku mendengar pembicaraan kita.

Laptopku sedang kelelahan karena digunakan semalam suntuk.

 

2) Majas Metafora

Metafora adalah majas yang mengungkapkan ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis. Pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan, misalnya tulang punggung; dalam kalimat: pemuda adalah tulang punggung negara.

Contohnya :

Cuaca mendung karena sang raja siang enggan menampakkan diri.

Raja kelana bertiup lirih di celah dedaunan.

Tulisan ini adalah buah pikiran adikku yang masih berusia 7 tahun.

Ia adalah lintah darat yang sangat terkenal.

Dinda adalah buah hati pasangan yang fenomenal itu.

Budi hanya bisa pasrah dianggap sebagai sampah masyarakat.

 

3) Majas Asosiasi atau Perumpamaan

Majas asosiasi atau perumpamaan adalah perbandingan terhadap dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Majas ini ditandai oleh penggunaan kata bagai, bagaikan, seumpama, seperti, bak, dan laksana.

Contoh:

Semangatnya keras bagaikan baja.

Lidahmu bagaikan pisau belati.

Mukanya pucat bagai mayat.

Nasib kita pasti berganti seperti roda yang berputar.

Memberi Heni hadiah sama saja seperti menabur garam di lautan.

Menasehati kakak beradik itu laksana berbicara dengan tembok.

Aku sangat kecewa dengan tindakanmu yang bagaikan duri dalam sekam.

Dia sungguh tak tahu balas budi, bak pagar makan tanaman.

 

4) Majas Hiperbola

Majas hiperbola adalah majas yang mengungkapkan sesuatu dengan kesan yang berlebihan, dan bahkan membandingkan sesuatu dengan cara yang hampir tidak masuk akal. Dalam pengertian yang lebih lengkap, hiperbola adalah majas yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dengan maksud untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan daya pengaruh, baik jumlah, ukuran, maupun sifat-sifatnya.

Bukan hanya dalam karya sastra, tanpa kita sadari majas hiperbola sering kali mengisi percakapan kita. Bisa saja, pesan yang ingin disampaikan biasa-biasa saja namun menjadi lebih wah ketika kalimatnya dibentuk sedemikian rupa dengan majas hiperbola. Untuk mendapat kesan dramatis dari sebuah kalimat, pengarang kerap menggunakan majas hiperbola. Kesan hiperbola (sangat berlebih-lebihan) dalam menceritakan sesuatu sengaja dilakukan dengan tujuan, yaitu untuk menarik perhatian dari para pembaca.

Contoh:

Harga beras mencekik leher setelah kenaikan harga bahan bakar minyak.

Sampah-sampah di kota Jakarta bertumpuk setinggi gunung.

Suaramu memecahkan gendang telingaku.

Dia menguap sampai aku hampir tertelan.

Guruku sangat baik seperti malaikat.

Soal matematika ini sangat mudah bagiku, sampai bisa kuselesaikan dalam sekejap mata.

Dia bisa berlari sangat cepat secepat kilat.

Dia sudah terbiasa memeras keringat untuk menafkahi keluarga.

Emalia girang setengah mati karena mendapat kado ulang tahun dari papanya di Amerika.

Lili menangis sampai air matanya habis karena kehilangan dompet.

 

5) Majas Alegori

Majas alegori adalah majas yang menjelaskan maksud tanpa secara harfiah. Umumnya alegori merujuk kepada penggunaan retorika, tetapi alegori tidak harus ditunjukkan melalui bahasa, misalnya alegori dalam lukisan atau pahatan. Atau dengan kata lain, majas alegori adalah majas dengan gaya bahasa yang menyandingkan suatu objek dengan kata-kata kiasan bermakna konotasi atau ungkapan.

Contoh:

Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.

Dalam pertarungan mencari jati diri, diri kita sendirilah petarungnya, dan orang tua adalah pelatihnya.

Pertandingan politik ini, membutuhkan kapten yang tepat.

Di dalam perlombaan memenangkan hati, jurinya adalah perasaan

 

6) Majas Eufemisme

Dari segi bahasa, kata eufimisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu euphemizein yang berarti kata-kata yang baik. Dari segi istilah majas eufimisme adalah gaya bahasa jenis perbandingan yang dapat menggantikan satu pengertian dengan kata-kata lain yang memiliki makna yang hampir sama. Ada juga yang mengartikan majas eufimisme sebagai ungkapan atau gaya bahasa pelembut dengan menghindari kata-kata kasar dan kurang sopan untuk menjaga tata krama. Jadi, dapat dikatakan bahwa majas eufimisme berfungsi untuk menghaluskan suatu maksud kalimat agar lebih sopan atau tidak menimbulkan kesan menyinggung lawan bicara.

Contoh:

Anggota DPR yang terlibat korupsi itu mengenakan rompi orange saat digandeng polisi.

Dia adalah seorang tuna daksa.

Kita harus menolong orang yang tuna wisma.

Kasihan anak itu, ia terlahir tuna rungu.

Guru itu adalah seorang difabel, tapi ia sangat pandai mengajar.

Dia terpaksa mendekam di hotel prodeo karena kecelakaan itu.

Karena terjerat kasus korupsi, ia harus dihadapkan di meja hijau.

Orang tua itu sudah tidak memiliki sanak saudara, makanya ia diletakkan di panti jompo.

Meskipun ia adalah kaum marginal, tapi ia memiliki semangat belajar tinggi.

Jika kita bertemu kaum fakir, kita tidak boleh menghinanya.

Dia mengalami gangguan jiwa karena kehilangan pekerjaan dan keluarga sekaligus.

Penjahat itu telah diamankan oleh yang berwenang.

Polisi itu dibebastugaskan karena telah melakukan pungli terhadap pengendara.

 

7) Majas Metonimia

Majas metonimia adalah salah satu jenis majas yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau hal sebagai penggantinya, misalnya kata.

Majas metonimia adalah majas yang menggunakan sebagian atau seluruh kata yang merupakan merek, ciri khas, lebel maupun atribut tertentu yang merupakan satu kesatuan dari sebuah kata. Penggunaan majas ini bertujuan untuk memberi efek khusus yang berbeda kepada pendengar sehingga dapat menghaluskan kata yang ingin diucapkan.

Contoh:

Sehabis berolah raga saya minum satu gelas Aqua.

Pejalan kaki itu tewas tertabrak Avanza.

Setelah sarapan, Ronal selalu menghisap Gudang Garam.(rokok).

Menyambut bulan pusasa, Matahari mengadakan diskon besar-besaran.

Indomie menjadi pilihan terbaik jika tanggal tua.

Anak muda masa kini identik dengan selfie.

Gerindra mengadakan pertemuan bulanan di Kertanegara.

 

8) Majas Simile

Majas simile atau ibarat adalah salah satu majas dalam bahasa Indonesia. Simile adalah majas yang membandingkan sesuatu hal dengan hal yang lainnya dengan menggunakan kata penghubung atau kata pembanding. Kata penghubung yang digunakan contohnya seperti, bagaikan, bak, layaknya, laksana, dll. Hanya bedanya, pada majas simile tidak membandingkan dua objek yang berbeda, melainkan membandingkan kegiatan dengan menggunakan ungkapan yang maknanya serupa.

Contoh:

Kasih sayang ibu kepada anaknya bagai sang surya menyinari dunia.

Orang itu sangat sombong seperti raja Fir’aun.

Bayi yang baru lahir bagai kertas putih yang belum ada coretan.

Pak Feri sekarang sudah kaya raya dan sekarang lupa pada saya bagai kacang lupa kulitnya.

Kepalaku sudah sangat panas bagai kompor mleduk.

Sering-seringlah bergaul, agar tidak seperti kura-kura dalam tempurung.

Dia selalu saja patuh pada ketua geng itu, seperti kerbau yang ditusuk hidungnya.

Lili memang sudah terkenal sebagai pemalas, seperti beruang di musim dingin.

Adikmu tampak sangat lapar, jalannya seperti singa kelaparan.

Rapat hari ini sangat kacau, seperti hutan terserang angin ribut.

Gadis cantik itu bagaikan melati yang baru mekar.

Persahabatan kita layaknya rantai yang kokoh.

Dirimu laksana bulan yang menyinari kegelapan.

 

9) Majas Sinekdok

Gaya bahasa sinekdok ini menunjukkan adanya perwakilan dalam mengungkapkan sesuatu. Agar lebih jelas, kita bisa melihat pada pembagian majas sinekdok ini, di mana majas ini masih terbagi lagi dalam dua macam, yaitu (1) sinekdok pars pro toto; dan (2) sinekdok totem pro parte.

Sinekdok pars pro toto (part/sebagian mewakili total) adalah gaya bahasa yang menyebutkan sebagian unsur dengan maksud mewakili keseluruhan benda. Sedangkan sinekdok totem pro parte (total mewakili part/sebagian) adalah kebalikannya, yaitu berupa gaya bahasa yang menunjukkan keseluruhan bagian yang mewakili hanya pada sebagian benda atau situasi saja.

Contoh majas sinekdok pars pro toto:

Kita hanya perlu mewakilkan satu kepala saja dalam rapat ini.

Ibu membeli tiga ekor ayam untuk pesta nanti malam.

Dia hanya menampakkan batang hidungnya sebentar saja, lalu pergi.

Seribu batang pohon di hutaan setiap tahun semakin berkurang.

Warga korban longsor di ponorogo terpaksa angkat kaki dari tempat tinggalnya.

Kecantikanya sudah menyita ribuan pasang mata.

Senyum manisnya berhasil mencuri hatiku.

Sepucuk surat telah tiba dari sekian hari yang telah ku tunggu.

Suara merdunya berhasil memanjakan ribuan telinga pengunjung yang hadir.

 

Contoh majas sinekdok totem pro parte:

Kecamatan Pancoran harus pulang lebih dahulu dalam perempat final turnamen bola voli setelah dikalahkan kecamatan Mampang Prapatan.

Malaysia berhasil mengalahkan Thailand dalam pertandingan bola itu.

Amerika Serikat menyerang negara-negara yang dianggapnya berbahaya.

China menyatakan bahwa negaranya telah terbuka dalam hubungan internasional.

Jepang berhasil menerbangkan rudal tempur terbaru yang diklaim sangat canggih.

Sekolahku memenangkan lomba cerdas cermat di Semarang.

Keluarga Kerajaan menjadi keluarga paling terhormat di seluruh negara Malaysia.

Manchester United menjadi wakil Inggris dalam liga Champion Eropa.

 

10) Majas Simbolik

Majas simbolik termasuk dalam salah satu kategori majas perbandingan. Sesuai dengan namanya, majas simbolik merupakan gaya bahasa yang membandingkan suatu hal dengan simbol lain, dapat berupa lambang, tokoh, hewan, ataupun benda. Simbol yang digunakan dalam majas ini mempunyai makna tertentu yang mewakili suatu hal yang ingin disampaikan.

Fungsi penggunaan majas simbolik adalah untuk memperhalus makna sesungguhnya yang ingin disampaikan serta memberikan efek yang menarik bagi pendengar. Majas simbolik dapat digunakan untuk menyampaikan gagasan, mengkritik atau beropini terhadap suatu hal atau seseorang. Dengan kata lain, majas simbolik digunakan untuk menyampaikan pesan secara tersirat atau implisit. Simbol yang digunakan merupakan simbol yang sudah umum digunakan. Baik pembicara maupun lawan bicara sudah mengetahui tentang simbol yang digunakan.

     Contoh:

Sejak ayah sakit-sakitan, ibulah yang menggantikan peran ayah menjadi tulang punggung keluarga.

Tenaga pemadam kebakaran tidak sanggup mengatasi kekuatan si jago merah

Rajna dijuluki kembang desa di kampung Sarinaga karena banyak pemuda yang tergila-gila padanya.

Lilitan hutang dari lintah darat membuat Pak Jarwo tidak bisa menabung untuk membangun rumah.

Miko tidak dijauhi oleh teman-teman perempuannya karena sudah terkenal sebagai buaya darat di kampusnya.

Ayah selalu menjemput kakak ketika pulang kerja agar kakak tidak menjadi korban bajing loncat yang sedang merajalela di kampungnya.

Ibu selalu berpesan agar tidak menjadi bunglon karena tidak akan disukai banyak orang.

Mata bulatnya yang seperti bola ping pong justru menarik bagi siapa saja yang melihatnya.

Narkoba dan seks bebas seperti lingkaran setan yang akan menjerumuskan siapa saja yang memasukinya.

Lorenzo dan Rossi sudah mempersiapkan kuda besi mereka masing-masing dengan kekuatan prima.

Anak-anak harus selalu diawasi ketika mulai mengenal cakrawala dunia.

Seluruh pendukung pemimpin sudah buta oleh janji-janji yang digaungkan selama ini.

Pemimpin itu melancarkan semua akal bulusnya untuk memenangkan pemilu ini.

Memang sudah watak Robingu adalah seorang mata keranjang, tak bisa diam ketika melihat wanita cantik walaupun ia sudah beristri empat.

 

2. Majas Pertentangan

Majas pertentangan adalah sebuah ungkapan gaya bahasa yang menjelaskan maksud tertentu dengan menggunakan peryataan kalimat yang berlawanan dengan makna yang sebenarnya. Pernyataan berlawanan ini dimaksudkan untuk menguatkan makna dari wacana yang disampaikan. Gaya bahasa ini juga dimaksudkan agar tercipta sebuah kesan estetika pada redaksi wacana, sehingga pembaca merasa terkesan dengan gaya bahasa yang ditulis.

 

1) Majas Litotes

Sebagaimana majas pada umumnya, majas litotes memiliki gaya bahasa tersendiri yang menjadi ciri khas, yaitu adanya bentuk pertentangan dalam pernyataan kalimatnya. Menurut KBBI (2008:836) litotes adalah pernyataan yang memperkecil sesuatu atau melemahkan, dan menyatakan kebalikannya, misalnya untuk mengatakan pandai digunakan ungkapan tidak bodoh. Majas ini mengungkapkan suatu hal dengan penuturan kata yang cenderung merendah dan seringkali berlawanan dengan makna sebenarnya.

Contoh:

Saya yang masih anak kemarin sore ini dengan penuh rasa hormat memohon bimbingan para senior sekalian.

Mari saya antar anda ke kantor dengan motor butut ini.

Mudah-mudahan hadiah murah dariku ini bisa bermanfaat untukmu.

Tolong terima bantuan kami yang tak seberapa ini.

Aku nantikan kehadiranmu di bilik kumuhku.

Aku rakyat kecil dengan impian asa dan harapan yang terlalu besar.

 

2) Majas Paradoks

Dalam KBBI Daring (2016) dijelaskan bahwa paradoks adalah suatu pernyataan yang sepertinya berlawanan (bertentangan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi sebenarnya mengandung kebenaran. Artinya, paradoks ini menyiratkan adanya kontradiksi yang terkandung dalam suatu pernyataan. Dapat disimpulkan bahwa pengertian majas paradoks adalah majas yang menerangkan pernyataan yang tampaknya bertentangan, padahal kenyataannya tidak. Majas paradoks mempertentangkan dua objek berlainan yang terkandung dalam satu baris kalimat.

Contoh:

Kenaikan harga BBM berimbas pada penurunan kesejahteraan rakyat.

Meski cuaca sedang panas tetapi pikiran harus tetap dingin.

Jangan lihat usianya yang sudah tua karena semangatnya tidak kalah dengan yang muda.

Kemajuan teknologi sekarang ini justru berakibat pada kemunduran nilai moral dan sosial masyarakat.

Keberaniannya dalam meringkus pencuri memang harus di berikan apresiasi karena warga sudah tidak ketakutan.

Sungguh miris, di negara yang kaya ini, masyarakat justru hidup dalam lingkaran kemiskinan.

 

3) Majas Antitesis

Secara bahasa, antitesis berasal dari gabungan dua kata yaitu anti yang berarti berlawanan dan tesis yang berarti penempatan. Menurut KBBI Daring (2016) antitesis adalah pengungkapan gagasan yang bertentangan dalam susunan kata yang sejajar, seperti dalam semboyan Merdeka atau mati. Adapun secara istilah, pengertian majas antitesis dapat diartikan sebagai suatu gaya bahasa yang dibuat dengan memadukan dua kata yang saling berlawanan pada kondisi yang saling berhadapan.

Contoh:

Jangan terpengaruh pada kaya miskinnya teman Anda jika ingin menjalin tali persahabatan yang baik.

Keras lunaknya keybord komputer biasanya dipengaruhi oleh bahan yang digunakan untuk membuatnya.

Mahal murahnya harga sangat dipengaruhi banyak hal, termasuk faktor permintaan dan ketersediaan barang.

Tinggi rendahnya derajat seseorang di mata Allah hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya.

Dosen Bahasa Indonesia yang baru itu sangat disiplin, ia memperlakukan siswa laki-laki maupun perempuan dengan adil tanpa adanya pilih kasih.

Banyak sedikitnya rezeki yang kita dapat jangan sampai mengurangi rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Mahakuasa.

 

4) Majas Kontradiksi Interminus

Majas kontradiksi interminus adalah majas yang menyatakan suatu penyangkalan atas pernyataan yang sudah di ucapkan sebelumnya. Biasanya, pernyataan yang dipertentangkan oleh majas ini adalah pernyataan yang diawali oleh kata semua kemudian dipertentangkan dengan pernyataan kata kecuali.

Contoh:

Ketika paman datang, beliau membawakan kami semua jenis buah-buahan dari desanya, kecuali durian yang gagal panen.

Adik sudah mulai bisa melafalkan huruf, tinggal huruf r saja yang sulit dan seringkali tertukar dengan huruf l.

Semua mahasiswa wajib hadir di saat jam pelajaran tiba, kecuali karena sakit atau izin.

Semua mahasiswa dilarang melakukan kegiatan organisasi saat jam pelajaran berlangsung, kecuali yang sudah memberikan surat dispensasi kepada dosen yang bersangkutan.

Semua buku di perpustakaan boleh dipinjam mahasiswa, kecuali buku ensiklopedia yang hanya boleh dibaca di ruang perpustakaan saja.

 

3. Majas Sindiran

Majas sindiran adalah gaya bahasa yang mengungkapkan suatu maksud atau pernyataan dengan menggunakan perkataan yang bersifat menyindir dan bertujuan untuk memperkuat makna atau kesan kalimat tersebut.

 

1) Majas Ironi

Kata Ironi berasal dari kata dalam bahasa Yunani eironeia artinya berpura-pura tidak mengerti. Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok. Maksud itu dapat dicapai dengan tiga cara, yaitu: (1) mengemukakan makna yang berlawanan dengan makna yang sebenarnya; (2) ketidaksesuaian antara suasana yang diketengahkan dan kenyataan yang mendasarinya; dan (3) ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan (Moeliono, 1984: 3).

Menurut Tarigan (1985: 61) ironi adalah sejenis gaya bahasa yang mengimplikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan ada kalanya bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan itu. Ironi ringan merupakan bentuk humor, tetapi ironi berat atau ironi keras biasanya merupakan suatu bentuk sarkasme atau satire.

Dapat disimpulkan majas ironi adalah majas yang berisi suatu hal yang berlawanan dengan makna sesungguhnya dimana penyampaian dan pengungkapan kata-katanya menggunakan sindiran halus.

Contoh:

Enak sekali masakan yang kamu buat ini, rasanya pedas dan asin sekali.

Kelakuanmu begitu baiknya sampai-sampai orang tuamu menagis karena ulahmu.

Bagus sekali tulisanmu sampai-sampai aku tidak bisa membacanya.

Suaramu merdu sekali, seperti kaset kusut.

Dia orang yang sangat rajin. Dia bahkan membantu pekerjaan orang tuanya setelah semuanya selesai.

Dialah anak yang paling pintar dikelas sampai rangkingnya paling terakhir diantara anak lainnya.

Aku salut sama kamu Beb, kamu sangat baik. Melihat nenek tua yang kesusahan saja kamu hanya diam.

Buat apa kamu puasa, Beb? Setiap hari kamu mencari kesempatan untuk makan, bahkan setiap tahun puasamu selalu bolong.

Bagus sekali model rambutmu, sampai aku kira tante-tante tadi.

Kamu anak yang jujur sekali Don. Apa yang kamu katakan tidak sesuai dengan kenyataannya.

 

2) Majas Sarkasme

Sarkasme adalah majas sindiran yang sangat kasar dan menyakitkan (Lestari, 2008: 22). Bila dibandingkan dengan ironi dan sinisme, maka sarkasme ini lebih kasar. Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti hati (Tarigan, 1985: 92).

Majas sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme ini akan menyakiti hati dan kurang enak didengar (Keraf, 2004: 143-144).

Dapat disimpulkan bahwa sarkasme adalah salah satu jenis majas sindiran yang bertujuan untuk menyindir atau menyinggung seseorang/sesuatu sebagai bentuk penghinaan yang mengekspresikan rasa kesal dan marah dengan menggunakan kata-kata kasar. Majas ini dapat melukai perasaan seseorang. Biasanya sarkasme digunakan dalam konteks humor.

Contoh

Apa kau tak punya hati? Ibumu terbaring lemah di rumah sakit, jangankan untuk merawat beliau bahkan sekedar datang berkunjung pun kau tidak pernah.

Aku merasa jijik dan mau muntah jika berada di dekatnya. Badannya sangat bau seperti tak pernah mandi selama satu tahun.

Sudahlah, jangan kau habiskan uangmu untuk membeli obat. Semua itu hanya sia-sia, kau terima saja kenyataan bahwa tinggi badanmu memang ditakdirkan di bawah rata-rata.

Percuma saja dia sekolah tinggi-tinggi sampai jenjang S2. Ucapannya sangat kasar dan perilaku kurang ajarnya seperti orang yang tidak berpendidikan.

Jangan bermimpi kau bisa menjadi menantu keluarga terhormat itu. Kau hanyalah anak dari keluarga miskin dan tidak berpendidikan. Bahkan jadi pembantu mereka saja kau tidak akan diterima.

Putih benar wajahmu, sampai bisa disendoki bedaknya.

Jadi koruptor banyak hartanya. Kasihan, hidupnya lebih banyak di penjara.

Kemana kamu taruh matamu, barang sebesar ini tidak terlihat!

Dasar otak udang, disuruh melakukan pekerjaan yang sangat mudah seperti ini saja kau tidak bisa. Lalu, apa yang kau bisa?

Cepat ke sini! Dari tadi kupanggil, masih saja kau asyik bermain di situ! Apa kau tak punya telinga? Apa perlu kuseret kau ke sini?

Aku tidak selera mencicipi masakannya. Baunya saja tidak enak apalagi rasanya. Kasihan lidahku, bisa-bisa mati rasa karena mencicipi masakan itu.

 

3) Majas Sinisme

Menurut KBBI Daring (2016) sinisme memiliki dua pengertian yakni: (1) pandangan atau pernyataan sikap yang mengejek atau memandang rendah; (2) pandangan atau gagasan yang tidak melihat suatu kebaikan apapun dan meragukan sifat baik yang ada pada manusia.

Majas sinisme digunakan untuk menyatakan sindiran secara langsung. Oleh karena itu, majas ini termasuk ke dalam kategori majas sindiran. Majas sinisme merupakan kebalikan dari majas ironi yang menyindir seseorang atau sesuatu dengan mengatakan hal yang berlawanan/sebaliknya.

Contoh:

Kuakui dia memang murid terpandai dan teladan di sekolah ini. Tetapi dia bukan seorang teman yang baik karena tidak pernah peduli jika ada temannya yang sedang kesusahan.

Aku heran denganmu. Kau bekerja dan mendapat gaji yang lebih dari cukup tetapi kau tidak pernah absen meminjam uang padaku setiap bulannya. Kemana perginya gaji besarmu itu?

Kau benar-benar anak yang tidak berbakti. Kau sering tidak masuk kuliah, selalu hura-hura dan menghamburkan uang disini, sementara orang tuamu bantingtulang menjadi buruh tani di kampung untuk biaya kuliahmu.

Dia selalu saja mengeluh ini dan itu, mengatakan bahwa pekerjaannya sangat berat. Padahal pekerjaannya adalah yang paling ringan dan mudah dibandingkan dengan pekerjaan orang lain.

Aku tidak suka melihat temanmu yang satu itu. Wajahnya saja yang lugu dan polos tapi hatinya busuk karena suka memitnah dan menghasut orang lain.

Harusnya kau malu dengan nilaimu. Masa anak seorang kepala sekolah nilainya gagal semua.

Seharusnya kau berhenti merokok sejak dari dulu. Lihalah badanmu sekarang, sangat kurus seperti mayat hidup.

Kau benar-benar tidak tahu terima kasih. Ketika susah kau selalu meminta bantuanku, setelah sukses kau pura-pura tidak mengenalku.

 

4) Majas Satire

Menurut KBBI (2008: 1231) satire adalah gaya bahasa yang dipakai di kesusastraan untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang; sindiran atau ejekan. Gorys Keraf (2010) satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu.

Satire adalah gaya ejekan yang menetapkan nada dan makna suatu karya. Hakikat satire adalah sublimasi dan pemurnian rasa berang, tetapi dapat berfungsi menghilangkan sebab-sebab penyakit jiwa, seperti kemunafikan, kebohongan, dan keserakahan. Gaya satire dapat muncul dalam sajak, novel, dan drama. Satire barasal dari bahasa Latin Satire (Zaidan, dkk, 1994: 184).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa satire adalah gaya bahasa yang menolak sesuatu untuk mencari kebenarannya sebagai suatu sindiran.

Contoh:

Tumben sekali kau berpikiran secerdas itu. Jangan-jangan, tadi kau salah minum obat.

Percuma saja aku bekerja hingga badanku jadi tengkorak begini, kalau ternyata hasil kerjaku tak kau hargai.

Badan sih boleh tinggi, tapi hatinya jangan tinggi juga dong!

Ah, percuma saja kau punya sepasang mata, kalau sosokku ini saja tak pernah kau tengok sekali pun!

Apa gajimu dalam sebulan sangat kecil, sampai-sampai membeli baju pun kau tak sanggup?

Hei, paru-parumu sekarang terbuat dari batu, ya? Sudah sakit begini masih saja kau merokok!

Percuma saja aku menasihatimu, kalau ternyata selama ini ucapanku hanya kau anggap hembusan angin saja!

Kau sekarang buta warna ya? Sudah tahu tadi lampu merah. Eh, kau malah seenaknya menerobos.

Hambar sekali masakan ini! Apakah persediaan bumbu-bumbu masakan di rumah kita sudah sangat sedikit?

Apakah aku harus membenturkan kepalamu ke tembok, agar kau menyadari kesalahan yang kau buat itu?

Kau lupa bawa jam tangan, ya? Bisa-bisanya kau bermain sampai lupa waktu!

Kau sudah gila ya? Badanmu sudah kurus begitu tapi kau masih saja berdiet.

Setahuku, kau sudah lama bekerja di sini. Tapi, mengapa hasil kerjamu begitu-begitu saja?

 

5) Majas Innuendo

Majas ini tergolong majas sindiran yang unik dibanding majas-majas sindiran lainnya. Sebab, majas ini justru menyindir sesuatu dengan cara mengecilkan fakta sebenarnya dari sesuatu yang hendak disindir. Hal itu sangat berbeda dengan majas-majas lain yang menyindir sesuatu dengan cara yang terkadang melebihkan fakta dari sesuatu yang disindir tersebut.

Contoh:

Berhentilah bersikap seolah-olah kau adalah makhluk paling kesepian di dunia ini! Kau itu hanya diabaikan oleh seorang wanita, bukan diabaikan oleh seluruh penduduk muka bumi.

Aku tak paham mengapa kau bisa semarah itu kepadanya. Dia kan hanya tidak menghubungimu seharian ini, bukannya mencampakkanmu seumur hidup.

Sudahlah, kau ini kan hanya tidak diterima di Perguruan Tinggi Negeri favoritmu, bukan ditolak oleh perempuan idamanmu itu. Lagipula, kau bisa mendaftar lagi tahun depan, atau kau masuk saja PTS favorit di kota ini.

Sudahlah, jangan kau hiraukan kata-kata mereka yang meragukanmu. Mereka hanya belum tahu siapa kamu sebenarnya.

Kau tak perlu iri kepadanya terus. Lagian, kau ini sebetulnya bisa ebih baik dari dia. Asalkan, kau mau bekerja keras dan jadi dirimu sendiri.

Kau tak perlu cemburu pada laki-laki yang tengah mendekati kekasihmu. Lagian, laki-laki itu kan hanya baru bisa mendekati kekasihmu saja. Belum tentu dia sepandai kamu dalam mengambil hati kekasihmu.

Aku tak paham mengapa kau sebegitu irinya sama dia. Lagipula, dia kan bisanya hanya bagus di penampilannya saja. Belum tentu otaknya bisa lebih cerdas dari kamu.

 

4. Majas Penegasan

 

1) Majas Pleonasme

Ditinjau dari bahasanya, pleonasme berasal bahasa Yunani pleonasmus yang berarti kata yang berlebihan. Dalam KBBI (2008: 1085) pleonasme adalah pemakaian kata-kata yang lebih daripada yang diperlukan, misalnya dalam kalimat kita harus dan wajib saling menghormati.

Majas pleonasme adalah majas yang berfungsi untuk menegaskan arti suatu kalimat dengan menambahkan frasa yang berlebihan. Majas pleonasme menggunakan kata keterangan tambahan yang sebenarnya keberadaannya tidak dibutuhkan. Namun keberadaan kata tambahan tersebut membuat kalimat lebih tegas dan lebih jelas.

Contoh:

Bapak naik ke atas genting rumah.

Barisan tentara musuh mundur ke belakang mengaku kalah dalam peperangan.

Semua penonton mendongak ke atas melihat atraksi terjun payung.

Andi turun ke bawah melewati tangga.

Ayah memajukan mobilnya ke depan agar tidak menutupi jalan.

Supir bus menepikan busnya ke pinggir jalan.

Tebu diolah untuk menghasilkan gula pasir manis utnuk masyarakat.

Kami hanyalah keluarga miskin yang tak punya apa-apa.

Pengguna facebook menggunakan gambar foto diri sebagai profile picture.

Pemberian nilai hasil akhir semester sudah bisa diakses di website Universitas.

 

2) Majas Repetisi

Dalam KBBI Daring (2016) repetisi adalah gaya bahasa yang menggunakan kata kunci yang terdapat di awal kalimat untuk mencapai efek tertentu dalam penyampaian makna ulangan (sandiwara dan sebagainya).Sedangkan majas repetisi adalah gaya bahasa yang menggunakan pengulangan kata, frasa, atau klausa yang sama dalam suatu kalimat. Pengulangan kata dalam gaya bahasa ini bertujuan untuk menegaskan hal atau maksud yang hendak disampaikan.

Contoh:

Dia terus belajar, belajar, dan belajar demi lulus dengan nilai terbaik.

Setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik aku selalu memikirkan amarah ibu kepadaku.

Keindahan dunia membuatku terlena, keindahan dunia memalingkan tujuan hidupku, keindahan dunia membuat aku menyakiti orang-orang di sekitarku.

Dia selalu memprotes pekerjaanku, kurang inilah, kurang itulah, kurang rapilah, kurang telitilah, aku tidak suka mendengarnya.

Selama sakit dia selalu saja memanggil ibu, ibu, dan ibu dalam tidurnya.

Warga desa membuat peraturan juga untuk kepentingan warga desa.

Para peserta aksi selalu meneriakkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Ayah, ayah, dan ayah saja yang terus muncul di dalam benakku. Aku selalu teringat bagaimana aku berteriak kasar kepada beliau.

Ibu guru menghukum Daniel karena dia terus bermain HP saat pelajaran berlangsung, bermain HP saat diberi pertanyaan, dan bermain HP ketika ujian berlangsung.

Polisi terus menggalakkan razia kelengkapan surat kendaraan bermotor, razia senjata tajam, dan razia obat-obatan terlarang di setiap sudut kota.

Andai saja aku tahu perkataanku sangat menyakitkan, perkataanku sangat membekas luka, aku tidak akan mengeluarkan perkataan tersebut.

 

3) Majas Tautologi

Secara etimologis, tautologi berasal dari bahasa Latin tautologia, yang memiliki arti pengulangan makna. Menurut KBBI Daring (2016) diartikan sebagai pengulangan gagasan, pernyataan atau kata yang berlebih yang tidak diperlukan. Jadi, majas tautologi dapat didefinisikan sebagai gaya bahasa yang menggunakan pengulangan kata atau menggunakan kata yang memiliki makna serupa untuk memberikan penegasan lebih.

Majas tautologi menyebabkan kalimat menjadi tidak efektif karena adanya pengulangan kata yang maknanya serupa atau sama. Namun pada konteks tertentu pengulangan ini menjadikan kalimat yang disampaikan menjadi lebih tegas. Misalnya saat menyampaikan pidato, ceramah, karya sastra atau pengucapan sumpah. Adanya penggunaan. Pada majas pleonasme pengulangan tidak diperlukan karena kata sebelumnya mengandung makna implisit sedangkan majas tautologi cenderung menggunakan sinonim sebagai pengulangan dengan tujuan menegaskan kalimat yang dibentuk.

Contoh:

Desti hanya bisa diam dan membisu di depan kelas saat teman sekelas menertawakannya.

Dengan menggunakan krim ini kulit wajahmu akan terlihat lebih sehat, lebih cerah dan lebih merona.

Aku bersumpah untuk senantiasa menemanimu dalam gembira dan sedih, dalam suka dan duka, dalam tawa dan tangis.

Ayo kita bersama-sama membuat sebuah negeri yang damai dan sejahtera, tanpa ada pertikaian, tanpa ada SARA, tanpa ada konflik antar kelompok, dan tanpa ada yang saling bermusuhan.

Oleh karena itu, ingatlah pada Tuhan maka kita dapat menjauhkan sifat buruk, menjauhkan pikiran negatif, dan menjauhkan hal kotor dari dalam diri kita.

 

4) Majas Paralelisme

Paralelisme menurut tinjauan katanya berasal dari bahasa Inggris yaitu paralelizm yang berarti sejajar. Dalam KBBI Daring (2016) paralelisme diartikan hal sejajar; kesejajaran.

Majas paralelisme menurut arti katanya dapat diartikan sebagai majas yang mengungkapkan tentang suatu hal yang saling menunjukkan titik kesejajaran. Majas paralelisme ini juga sering dipakai dalam mengungkapkan kata-kata dalam puisi dengan menggunakan kata yang sama pada setiap baris dalam satu bait.

Contoh:

Para orang tua tak kalah saing dengan anak muda dalam perlombaan 17 Agustus di Desa Pancurbatu.

Rakyat menginginkan kesejahteraan, keadilan, dan keamanan yang menjadi hak mereka sebagai warga negara yang baik dan patuh terhadap aturan yang diterapkan.

Produsen dan konsumen memiliki ketergantungan satu sama lain untuk saling memenuhi kebutuhannya masing masing.

Pegawai lama dan pegawai baru mendapatkan bonus yang sama tanpa melihat senioritas pada perusahaan tersebut.

Susu coklat ini enak diminum dalam keadaan dingin dan panas.

Kaum wanita memiliki kedudukan yang sama dengan kaum pria dalam hal berfikir kritis dan memberikan keputusan dalam suatu situasi.

Kewajiban pemerintah dan kewajiban warga negara yang utama adalah menjunjung tinggi bangsa Indonesia dan melestarikan warisan kekayaan nenek moyang bangsa.

Seseorang yang berhati baik akan mendapat jodoh orang yang baik hati pula.

Usia bukanlah acuan untuk kematian. Ajal bisa menjemput orang yang tua maupun orang yang masih muda

 

5) Majas Retorik

Dalam KBBI (2008: 1171) retorik adalah bersifat retorika, artinya berkaitan dengan keterampilan berbahasa secara efektif. Pengertian majas retorik adalah suatu gaya bahasa yang berbentuk kalimat pertanyaan, namun pada dasarnya pertanyaan tersebut tidak perlu untuk dijawab karena jawabanya sudah sangat jelas. Majas ini juga berfungsi sebagai kalimat penegas dan juga penyindir.

Contoh:

Mungkinkah korban kecelakaan itu bisa menolong dirinya sendiri jika kalian hanya sibuk menonton dari pinggir jalan?

Kenapa kalian takut jika disuruh jaga malam, apa kalian pikir mayat-mayat itu akan hidup lagi?

Tanpa perbekalan yang cukup, apa menurutmu kita bisa bertahan tanpa makanan dan minuman?

Pasar kliwon buka pada hari apa?

Ibadah sholat Jumat dilakukan ketika hari apa?

Sewaktu kemarin jatuh dari motor, apa sakit?

Siapa bilang kalau sukses itu mudah?

Kalau kamu tidak belajar, mau jadi apa kamu nanti?

Bensin masih penuh, kenapa diisi lagi?Kalau memang kamu ingin membeli mobil baru mulailah biasakan menabung. Apa menurutmu gajimu yang hanya cukup untuk makan itu bisa membeli baru?

Jangan tanyakan pada saya apa yang terjadi semalam, menurutmu saya tahu apa?

Jika kamu merasa hidupmu masih kurang teruslah berusaha. Apa kamu pikir hidupmu bisa berubah jika kamu hanya diam diri seperti ini?

Apa kamu yakin bisa sampai dalam lima belas menit dengan berjalan kaki? kemarin menggunakan motor saja butuh waktu tiga puluh menit.

Kita sudah berusaha dengan keras, Apa lagi yang bisa kita lakukan selain menunggu pertolongan tuhan?

 

6) Majas Klimaks

Menurut KBBI Daring (2016) klimaks adalah puncak dari suatu hal, kejadian, keadaan, dan sebagainya yang berkembang secara berangsur-angsur; kejadian atau adegan yang paling menarik atau penting. Dapat disimpulkan majas klimaks adalah sebuah bentuk gaya bahasa yang menggunakan kata-kata yang berurutan mulai dari tingkat paling bawah atau sederhana ke tingkat yang lebih tinggi, dan biasanya menggunakan kata hubung hingga, ke, dalam kalimatnya.

Majas ini berfungsi untuk memberikan penegasan, penjelasan, penguatan pada suatu makna dari sebuah pernyataan.

Contoh:

Mulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua telah terdaftar dalam pemilu 2019.

Dari mulai SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi, Fadhil dan Ibnu bersekolah di sekolah yang sama.

Saking terpananya dengan artis Korea, dari awal hingga akhir ia mengikuti alur cerita itu.

Sejak menjadi pengangguran, dari pagi hingga malam, kerjanya hanya melamun.

Semua dapat subsidi beras, mulai dari kalangan rakyat jelata, polisi, tentara, bahkan pemerintah.

Menurut kabar, sejak tahun 2000 sampai 2010 orang tua Doni tinggal di Amerika.

Toko ini menjual baju dengan ukuran lengkap, mulai dari XXXL, XL, L, M bahkan S semua ada di sini.

Hampir semua perusahaan menerapakan jam kerja dari senin hingga jumat, dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore.

 

7) Majas Antiklimaks

Dalam KBBI (2008: 76) antiklimaks adalah kemerosotan atau kemunduran mendadak sampai taraf yang tidak berarti dan amat mengecewakan, sangat berlawanan dengan kemajuan atau kehebatan yang telah dicapai sebelumnya.

Jika majas klimaks menggunakan kata-kata yang urutannya dari yang terkecil atau paling rendah ke yang terbesar atau paling tinggi, maka majas antiklimaks menggunakan kata-kata dari yang urutannya terbesar atau paling tinggi menuju kata dengan urutan paling kecil atau paling rendah, seperti tiga, dua, satu. Sama dengan majas klimaks, kata-kata tiga, dua, satu ini bisa diganti menggunakan kata seperti hingga, sampai, dan lain sebagainya. Sama seperti majas klimaks, majas antiklimaks juga termasuk jenis majas penegasan.

Contoh:

Kompetisi sepak bola tahun ini pesertanya terdiri dari pemain level profesional sampai pemain level amatir.

Semua orang bersiap melakukan hitung mundur dari sepuluh sampai satu menjelang malam pergantian tahun.

Akibat terkena masalah hukum, harga saham perusahaan itu turun tajam dari harga 4000 per lembar ke harga 1100 per lembar.

Dari mulai sepatu asli sampai sepatu tiruan semua ada di toko yang terletak di seberang jalan itu.

Mulai bulan ini kereta api tujuan Surabaya mulai melayani kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi.

Dari mulai Jendral, Letjen, Mayjen, hingga Brigjen semua hadir dalam upacara perayaan kemarin.

Kenaikan harga BBM bulan lalu disesalkan oleh semua masyarakat dari mulai kalangan atas, menegah, hingga bawah.

 

TUGAS MANDIRI

KUIS BENAR ATAU SALAH (TRUE OR FALSE)

1. Saat berbicara, kata-kata yang dipilih dalam diksi hendaknya kata-kata yang sulit dan abstrak.

2. Ketika anda menulis atau berbicara, kata adalah kunci pokok dalam membentuk tulisan dan ucapan. 

3. Ketepatan kata adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh pembicara.

4. Kesalahan atau kekurangtepatan di dalam memilih kata atau diksi, dapat disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya dapat disebabkan oleh penguasaan kosakata yang berlebihan.

5. Makan tangan, makan garam, makan hati, makan suap merupakan contoh bahasa artifisial

6. Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep, pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi suatu masalah. Tegasnya, diksi merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas suatu karangan. 

7. Kata-kata seperti; network, justifikasi, permormance, clarification, download, upload, merupakan kata-kata serapan dari bahasa asing.

8. Kata konotasi lebih menekankan tidak adanya nilai rasa, sedangkan denotasi bernilai kias. 

9. Sinonim ialah persamaan makna kata. Contoh: hitam ↔ putih, tinggi ↔ rendah, cantik ↔ jelek. 

10. Aku tak paham mengapa kau bisa semarah itu kepadanya. Dia kan hanya tidak menghubungimu seharian ini, bukannya mencampakkanmu seumur hidup. Contoh kalimat tersebut merupakan majas innuendo. 



 DAFTAR PUSTAKA

Alex dan Ahmad HP. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana Predana Media Group.

Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M. Moeliono. 2014. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud RI. 2016. “KBBI V 0.2.1 (Beta 21)”. kbbi.kemendikbud.go.id

Hs.,Widjono. 2012. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Edisi revisi 2012).Jakarta: Grasindo.

Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Lubis, Winaria dan Dadi Waras Suhardjono. 2019. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Sahabat Pena. ISBN 978-623-7440-11-6

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAGAM DAN LARAS BAHASA INDONESIA

SURAT DINAS

EKSPLORASI TEKS AKADEMIK