MEDIA PEMBELAJARAN

MEDIA PEMBELAJARAN

Gambar 1 – Media Pembelajaran

Media dalam dunia pendidikan pada umumnya dan pembelajaran secara khusus telah memberikan kontribusi atau sumbangan besar dalam rangka menyediakan dan melaksanakan pemecahan masalah guna memberi kemungkinan belajar. Pemecahan masalah belajar yang ditawarkan ini berupa penyediaan sumber belajar, baik yang sengaja dirancang maupun yang dipilih dan kemudian dimanfaatkan.

Media pembelajaran ini memiliki dampak yang amat besar terhadap struktur organisasi kelembagaan pendidikan baik pada tingkat makro maupun tingkat mikro. Dampak ini dapat dirasakan dalam tiga hal, yaitu: (1) mengubah pengambilan keputusan; (2) menciptakan pola pembelajaran baru; dan (3) memungkinkan adanya bentuk alternatif baru dalam kelembagaan pendidikan.

Ada tiga tugas pokok guru atau pembelajar yang amat penting, yaitu sebagai perancang (designer), pelaksana (executor), dan penilai (evaluator). Tugas ini memerlukan suatu perhatian khusus karena atas dasar pelaksanaan tugas inilah seorang guru atau pembelajar seharusnya membuat keputusan terhadap baik kepada aktivitas peserta didik (pebelajar) seluruh kelas maupun secara perseorangan. Semua tugas yang dilakukan dan diemban oleh guru atau pembelajar, yaitu penerapan pendekatan pembelajaran aktif dan bermakna bertumpu dari peningkatan aktivitas seseorang dalam menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, yang dapat dilihat dari tujuan nasional dan mengisyaratkan pembangunan manusia seutuhnya, yang mampu berdiri sendiri dan juga mampu bertanggung jawab atas pembangunan sesamanya.

 

A. Pengertian Media Pembelajaran

Media dalam arti sempit berarti komponen bahan dan komponen alat dalam sistem pembelajaran. Dalam arti luas media berarti pemanfaatan secara maksimum semua komponen sistem dan sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Menurut Hamidjojo (1993) yang dimaksud media ialah semua bentuk perantara yang dipakai orang penyebar ide, sehingga gagasan itu sampai kepada penerima. Sedangkan, McLuhan memberikan batasan yang intinya bahwa media sarana yang disebut saluran, karena pada hakikatnya media telah memperluas dan memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar dan melihat dalam batas jarak dan waktu tertentu, kini dengan bantuan media batas-batas itu hampir menjadi tidak ada. Dan selanjutnya Blacks dan Horalsen berpendapat, media adalah saluran komunikasi atau medium yang digunakan untuk membawa atau menyampaikan suatu pesan, di mana medium itu merupakan jalan atau alat dengan mana suatu pesan berjalan antara komunikator ke komunikan.

Berdasarkan pada batasan-batasan di atas, maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa media adalah suatu alat atau sarana atau perangkat yang berfungsi sebagai perantara atau saluran atau jembatan dalam kegiatan komunikasi (penyampaian dan penerimaan pesan) antara komunikator (penyapai pesan) dan komunikan (penerima pesan).

Sedangkan, istilah pembelajaran atau pengajaran (ungkapan yang lebih banyak dikenal sebelumnya), adalah upaya untuk membelajarkan pebelajar. Membelajarkan berarti usaha membuat seseorang belajar. Dalam upaya pembelajaran terjadi komunikasi antara pebelajar (siswa) dengan guru, pembelajar atau pengajar (ungkapan yang lebih umum digunakan sebelumnya), sehingga proses pembelajaran seperti ini adalah sebagai bagian proses komunikasi antar manusia (dalam hal ini yaitu antara pembelajar dan pebelajar). Meskipun dapat saja terjadi komunikasi langsung antara pebelajar dengan bahan pembelajaran, di sana ada peranan media pembelajaran.

Batasan pembelajaran secara implisit terdapat beberapa kegiatan, yaitu meliputi: kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Dalam upaya bagaimana membelajarkan pebelajar itulah peranan media tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dalam hal ini dipandang sebagai suatu sistem, yaitu sistem pembelajaran atau lebih dikenal sebagai sistem instruksional. Sebagai suatu sistem pembelajaran meliputi komponen-komponen yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan, melainkan saling berkaitan dan memiliki efek sinergi (nilai lebih). Komponen itu meliputi tujuan, isi, metode atau strategi pembelajaran, media dan sumber belajar serta evaluasi hasil belajar.

Jadi, pengertian media pembelajaran secara singkat dapat dikemukakan sebagai sesuatu (bisa berupa alat, bahan, atau keadaan) yang digunakan sebagai perantara komunikasi dalam kegiatan pembelajaran. Ada tiga konsep yang mendasari batasan media pembelajaran di atas yaitu konsep komunikasi, konsep sistem, dan konsep pembelajaran.

Secara sederhana, media pembelajaran adalah alat-alat bantu yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan proses belajar mengajar, mulai dari buku sampai penggunaan perangkat elektronik dikelas.

Menurut Hamalik Oemar (1994), media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan. Gerlach dan Ely (1971) Media belajar merupakan alat-alat grafis, fotografis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Sedangkan Latuheru (1988), menyatakan media pembelajaran adalah bahan, alat atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi, komunikasi, edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah media yang digunakan berupa alat atau bahan mengajar ataupun segala sumber daya yang digunakan dalam proses penyampaian informasi untuk membantu merangsang pikiran, perasaan, kemampuan, dan perhatian siswa dalam proses belajar mengajar di kelas.

 

B. Jenis Pembelajaran dengan Media Pembelajaran

Dewasa ini masih banyak guru-guru yang enggan memanfaatkan media yang ada untuk kegiatan pembelajaran. Masih banyak kecenderungan bahwa para siswa dibiasakan untuk mendengarkan apa yang diajarkan oleh guru, kemudian mencatat dan dipaksa untuk menghafalkannya di luar kepala. Keadaan semacam ini jelas akan menghasilkan sikap verbalistik, yang menyebabkan peserta didik menjadi pasif dan kegiatan pembelajaran menjadi cepat menjemukan. Untuk itu dalam rangka mengembangkan pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning/joyfull class) serta mengaktifkan siswa, penggunaan multimedia pembelajaran akan sangat membantu kegiatan pembelajaran.

Betapa pentingnya fungsi multimedia di dalam kegiatan pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada awalnya, media hanya berfungsi sebagai alat visual (alat peraga) dalam kegiatan pembelajaran, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual kepada siswa, guna meningkatkan motivasi belajar, memperjelas serta mempermudah konsep yang abstrak, dan mempertinggi retensi (daya serap) siswa.

Pada kira-kira pertengahan abad ke-20, dengan masuknya pengaruh dari teknologi audio, lahirlah peraga audio visual yang menekankan penggunaan pengalaman konkret untuk menghindari verbalisme. Dalam usaha untuk memanfaatkan media sebagai alat bantu mengajar ini Edgar Dale (1969) dalam bukunya Audio Visual Methods in Teaching membuat klasifikasi pengalaman berlapis menurut jenjang/tingkat dari yang paling konkret ke yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian menjadi sangat popular/terkenal dengan nama Kerucut Pengalaman (the cone of experience) dari Edgar Dale, yang terdiri dari 11 jenjang, meliputi: (1) pengalaman langung; (2) observasi; (3) partisipasi; (4) demonstrasi; (5) wisata; (6) TV; (7) film; (8) radio; (9) visual; (10) simbol visual; dan (11)  lambang verbal (kata-kata). Pada waktu itu guru-guru amat terpikat pada kerucut pengalaman ini, karena dapat dipakai sebagai pedoman dalam memilih alat bantu apa yang sesuai untuk dipergunakan oleh guru.

Pada akhir tahun 1950-an, teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio-visual, sehingga fungsi media sebagai alat peraga mulai bergeser menjadi penyalur pesan/informasi belajar. Tahun 1960-an, teori tingkah laku (behaviorism-theory) ajaran B.F. Skinner, mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Menurut teori ini mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa. Karenanya orientasi tujuan pembelajaran (tujuan instruksional) haruslah mengarah kepada perubahan tingkah laku siswa. Teori ini mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah laku siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran. Media pembelajaran yang terkenal sebagai produk dari teori ini adalah teaching-machine dan programmed-instruction.

Sejak tahun 1965 di mana penggunaan pendekatan sistem (system approach) mulai memasuki khasanah pendidikan maupun kegiatan pembelajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam program pembelajaran. Bahkan James W. Brown (1977), tokoh dalam bidang teknologi, media dan metode pembelajaran, memandang bahwa media itu sebagai central-elements, dengan mengatakan: “Media are regarded as central-elements in the approach to the systematic instruction”. Program pembelajaran yang termasuk di dalamnya (involve) media pembelajaran dilaksanakan secara sistematik berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan kepada perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai.

Dengan konsepsi yang semakin mantap itu, fungsi media dalam kegiatan pembelajaran tidak lagi sekadar peraga bagi guru melainkan pembawa informasi/pesan pembelajaran yang dibutuhkan siswa. Dengan demikian pola interaksi edukatif akan lebih bervariasi hingga meliputi 5 pola berikut:

1. Sumber berupa orang saja (seperti yang kebanyakan terjadi di sekolah kita sekarang),

2. Sumber berupa orang yang dibantu oleh/dengan sumber lain.

3. Sumber berupa orang bersama dengan sumber lain berdasarkan suatu pembagian tanggung jawab.

4. Sumber lain saja tanpa sumber berupa orang.

5. Kombinasi dari keempat pola tersebut dalam bentuk suatu sistem.

Bila digambarkan dalam bentuk bagan, pola tersebut menjadi sebagai berikut:

Gambar 2 - Pola interaktif edukatif

 

C. Fungsi Media Pembelajaran

Ada beberapa pendapat tentang fungsi media pembelajaran. Peranan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan bagian yang sangat menentukan efetivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pembelajaran. McKeown (1991) dalam bukunya “Audio Visual Aids to Instruction” mengemukakan empat fungsi media. Keempat fungsi tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, mengubah titik berat pendidikan formal, yang artinya dengan media pembelajaran yang tadinya abstrak menjadi kongkret, pembelajaran yang tadinya teoritis menjadi fungsional praktis. Kedua, membangkitkan motivasi belajar, dalam hal ini media menjadi motivasi ekstrinsik bagi pebelajar, sebab penggunaan media pembelajaran menjadi lebih menarik dan memusatkan perhatian pebelajar. Ketiga, memberikan kejelasan, agar pengetahuan dan pengalaman pebelajar dapat lebih jelas dan mudah dimengerti maka media dapat memperjelas hal itu. Terakhir, keempat, yaitu memberikan stimulasi belajar, terutama rasa ingin tahu pebelajar. Daya ingin tahu perlu dirangsang agar selalu timbul rasa keingintahuan yang harus penuhi melalui penyediaan media.

 Rowntree (1995) mengemukakan enam fungsi media, yaitu: (1) membangkitkan motivasi belajar; (2) mengulang apa yang telah dipelajari; (3) menyediakan stimulus belajar; (4) mengaktifkan respon siswa; (5) memberikan umpan balik dengan segera; dan (6) menggalakkan latihan yang serasi.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi media pembelajaran yaitu:

1. Menarik Perhatian Siswa

Terkadang siswa kurang tertarik atau antusias terhadap suatu pelajaran dikarenakan materi pelajaran yang sulit dan susah dicerna. Dengan media pembelajaran, suasana kelas akan lebih fresh dan siswa dapat lebih berkonsentrasi, terlebih ketika media pembelajaran yang digunakan bersifat unik dan menarik.

2. Memperjelas Penyampaian Pesan

Dalam pelajaran, terkadang ada hal-hal berkonsep abstrak yang sulit bila dijelaskan secara lisan. Misalnya bagian-bagian tubuh manusia. Dengan media pembelajaran, seperti misalnya video, gambar ataupun kerangka manusia tiruan, iswa akan lebih jelas memahami apa yang dijelaskan oleh guru di kelas.

3. Mengatasi Keterbatasan Ruang, Waktu dan Biaya

Ketika menjelaskan tentang misalnya hewan-hewan karnivora. Tidak mungkin rasanya kita membawa harimau, singa atau buaya ke dalam kelas. Dengan media pembelajaran seperti gambar, siswa mengerti apa yang dimaksudkan guru walaupun belum melihat bentuk objek secara langsung.

4. Menghindari Kesalahan Tafsir

Ketika guru berbicara secara verbal, sudut pandang murid kadang berbeda antara satu dengan lainnya dan maksud yang disampaikan guru berbeda dengan pemahaman para murid. Dengan media pembelajaran, tafsir sebuah teori menjadi sama dan tidak ada kesalah pahaman informasi.

5. Mengakomodasi Perbedaan Tipe Gaya Belajar Siswa

Manusia dibekali kemampuan berbeda-beda, termasuk dalam hal gaya belajar. Dalam sebuah teori, setidaknya ada tiga tipe gaya belajar, yakni visual, auditori, dan kinestetik. Dengan memperpadukan media pembelajaran dalam bentuk audio, audio video, gambar atau tulisan, siswa yang lemah dalam menangkap pelajaran secara lisan bisa tertutupi dengan media pembelajan lain yang lebih dia pahami.

6. Untuk Mencapai Tujuan Pembelajaran Secara Efektif

Dengan media pembelajaran, proses belajar mengajar dikelas diharapkan sukses sesuai dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh tenaga pendidik di kelas.

Selain yang disebutkan diatas masih banyak fungsi-fungsi media belajar lain yang dikemukakan oleh beberapa tokoh seperti misalnya Fungsi semantik, fungsi manipulatif, fungsi psikologis. fungsi motivasi, fungsi sosio kultura dan lain sebagainya.

Media juga berfungsi secara efektif dalam konteks pembelajaran yang berlangsung tanpa menuntut kehadiran guru. Media sering dalam bentuk “kemasan” untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal situasi seperti ini, tujuan telah ditetapkan, petunjuk atau pedoman kerja untuk mencapai tujuan telah diberikan, bahan-bahan atau material telah disusun dengan rapi, dan alat ukur atau evaluasi juga disertakan. Media pembelajaran yang mempersyaratkan situasi seperti di atas dapat berwujud modul, paket belajar, kaset, dan perangkat lunak komputer yang dipakai oleh peserta didik (pebelajar) atau peserta pelatihan. Dalam kondisi ini, guru atau instruktur berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran.

 

D. Peranan Media Pembelajaran dalam Konteks Belajar

Pada saat mengajar, para guru sering dihadapkan pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan bagaimana cara mempermudah belajar peserta didik (pebelajar). Guru atau instruktur perlu memberi kemudahan atau fasilitasi dalam menyampaikan informasi. Sebaliknya, peserta didik (pebelajar) yang memperoleh kemudahan dalam menerima informasi akan belajar lebih bergairah dan termotivasi. Dalam usaha membantu peserta didik (pebelajar) untuk memperoleh kemudahan belajarnya, ada banyak unsur atau elemen yang harus diperhatikan. Unsur-unsur itu adalah tujuan yang ingin dicapai, karakteristik peserta didik (pebelajar), isi bahan yang dipelajari, cara atau metode atau strategi yang digunakan, alat ukur atau evaluasi, serta balikan. Walaupun, semua unsur telah diseleksi pada dasarnya kita kembali pada apa tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu sendirilah yang akhirnya menjadi tumpuan akhir aktivitas pembelajaran.

Sebagaiman dikemukakan di atas bahwa banyak unsur yang berpengaruh untuk mempermudah peserta didik (pebelajar) pebelajar dalam memperoleh pengetahuan atau informasi. Salah satu unsur itu adalah media pembelajaran. Pentingnya kehadiran media pembelajaran tentunya sangat tergantung pada tujuan dan isi atau substansi pembelajaran itu sendiri. Kehadiran media dalam pembelajaran juga ditentukan oleh cara pandang atau paradigma kita terhadap sistem pembelajaran.

Media memiliki berbagai peran dalam aktivitas pembelajaran. Selama ini, pembelajaran mungkin lebih banyak tergantung pada keberadaan guru. Dalam situasi demikian, media mungkin tidak banyak digunakan oleh guru. Atau, apabila digunakan media hanya sebatas sebagai “alat bantu” pembelajaran. Pandangan demikian ini mengisyaratkan tidak adanya upaya pemberdayaan media dalam proses pembelajaran. Sebaliknya, pembelajaran mungkin juga tidak memerlukan kehadiran guru. Pembelajaran yang tidak tergantung pada guru, instructor-independent instruction, atau disebut juga sebagai self-instruction bahkan kerapkali diarahkan oleh siapa yang merancang media tersebut. Dalam situasi pembelajaran yang berbasis pada guru, instructor-based instruction, penggunaan media pembelajaran secara umum adalah untuk memberikan dukungan suplementer secara langsung kepada guru. Media pembelajaran yang dirancang secara memadai dapat meningkatkan dan memajukan belajar dan memberikan dukungan pada pembelajaran yang berbasis guru dan tingkat keefektifan media pembelajaran tergantung pada guru itu sendiri.

Apabila kita melihat pembelajaran sebagai sebuah sistem, maka unsur-unsur atau komponen-komponen yang terlibat dalam sistem itu tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Artinya ketiadaan suatu unsur akan berpengaruh terhadap jalannya sistem secara keseluruhan. Pendek kata, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan bagian integral dalam pembelajaran. Pandangan ini selanjutnya akan mengarahkan pada cara pandang kita tentang media tersebut. Media harus hadir dalam setiap aktivitas pembelajaran yang kita lakukan di kelas.

Lagi pula, kita harus memiliki komitmen terhadap keberadaan media pembelajaran, di mana pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa dan didasarkan pada apa yang ingin dilakukan oleh peserta didik (pebelajar), atau apa yang ingin dihasilkan oleh peserta didik (pebelajar), atau peserta didik (pebelajar) ingin menjadi apa. Jika media digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran (proses belajar dan mengajar), maka media itu harus dipilih dan digunakan karena media ini memiliki potensi untuk mempermudah belajar.

Kehadiran teknologi dan media pembelajaran tidak bisa lepas dari sejarah perkembangannya. Sejarah perkembangan ini dibangun sejak awal abad 20-an, yang ditandai munculnya teori pendidikan atau belajar. Setidaknya tiga pakar pendidikan seperti Dewey, Carter, dan Kilpatrick merupakan peletak dasar tentang konsep teknologi pendidikan. Teknologi pendidikan ini pertama kali dilihat sebagai suatu teknologi alat. Teknologi ini merujuk pada penggunaan peralatan, media dan perangkat keras untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian, istilah ini sama dengan ungkapan mengajar dengan alat bantu audio-visual.

Bidang ini merupakan hasil dari perpaduan tiga hal, yaitu: media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran, dan pendekatan sistem dalam pendidikan. Perkembangan teknologi pembelajaran modern terjadi pascaperang dunia kedua. Dua pakar pendidikan yang memiliki kontribusi besar bagi kelahiran teknologi pembelajaran modern ini adalah Edgar Dale dan James Finn. Dale terkenal dengan kerucut pengamalannya (The Cone of Experience). Kerucut pengalaman ini berfungsi sebagai suatu visual yang sama dengan tingkat konkrit dan abstraksi metode mengajar dan media pembelajaran.

Tujuan kerucut pengalaman ini adalah ingin merepresentasikan tingkat pengalaman, yaitu dari pengalaman yang langsung atau konkrit menuju pengalaman yang paling abstrak (simbolis). Hubungan konkrit dan abstrak ini bersifat kontinum.

Dale berkeyakinan bahwa simbol-simbol dan ide-ide yang bersifat abstrak hanya dapat dipahami dengan lebih mudah dan dipertahankan oleh peserta didik (pebelajar) manakala pengalaman-pengalaman ini dibangun atas dasar pengalaman konkrit. Kerucut pengalaman Dale ini didasarkan pada teori pendidikan yang dikembangkan oleh Dewey, yang pada saat itu sangat banyak dianut. Kerucut ini pertama kali berusaha membangun alasan dasar (rasional) yang mencakup baik teori belajar maupun komunikasi audiovisual.

Gambar 3 - Kerucut Pengalaman menurut Edgar Dale

 

E. Prinsip-prinsip Pengembangkan Media untuk Pembelajaran.

Secara umum untuk mengembangkan multimedia pembelajaran perlu diperhatikan prinsip VISUALS, yang dapat digambarkan sebagai singkatan dari kata-kata:

Visible: mudah dilihat

Interesting: menarik

Simple: sederhana

Useful: isinya berguna/bermanfaat

Accurate: benar (dapat dipertanggungjawabkan)

Legitimate: masuk akal/sah

Adapun menurut Kentut (2009), bahwa pengembangan media harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan media pembelajaran. Beberapa prinsip berikut perlu Anda pertimbangkan ketika akan mengembangkan media pembelajaran, yaitu:

1. Harus dikembangkan sesuai dengan prosedur pengembangan instruksional, karena pada dasarnya media presentasi yang kita bahas di modul ini adalah untuk keperluan pembelajaran. Jika kita tidak menerapkan prinsip ini, maka bahan presentasi yang kita hasilkan akan menjadi tidak efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Atau malah mirip seperti bahan presentasi untuk informasi pada umumnya.

2. Harus diingat bahwa media pembelajaran berfungsi sebagai bahan pendukung belajar siswa, bukan merupakan media pembelajaran yang akan dipelajari secara mandiri oleh sasaran. Media pembelajaran kurang cocok digunakan sebagai bahan belajar yang bersifat pengayaan. Ini berbeda dengan program multimedia interaktif. Oleh karena itu pesan-pesan yang disajikan dalam media presentasi sebaiknya dibuat secara garis besar dan tidak detail, sebab penjelasan secara detail akan disajikan oleh penyajinya atau guru.

3. Pengembang media pembelajaran seyogyanya mempertimbangkan atau menggunakan secara maksimal segala potensi dan karakteristik yang dimiliki oleh jenis media pembelajaran ini. Unsur-unsur yang perlu didayagunakan pada pembuatan media pembelajaran ini antara lain memiliki kemampuan untuk menampilkan teks, gambar, animasi, dan unsur audio-visual. Sedapat mungkin unsur-unsur tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam pembuatan media pembelajaran yang akan dibuat.

4. Prinsip kebenaran materi dan kemenarikan sajian. Materi yang disajikan harus benar substansinya dan disajikan secara menarik pula.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Brown James W, Richard B. Lewis dan Fred F. Harcleorad. 1977. AV instruction-Technology, Media, and Method. New York: McGraw-Hill, Inc.

Dale, Edgar. 1969. Audio Visual Methods in Teaching. New York: Holt, Rinehart and Winston Inc. The Dryden Press

Gerlach dan Ely. 1971. Teaching & Media: A Systematic Approach. Second Edition, by V.S.  Gerlach & D.P. Ely, 1980, Boston, MA: Allyn and Bacon. Copyright 1980 by Pearson Education

Hamalik Oemar. 1994. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya.

Hamidjojo dan Latuheru, J.D. 1993. Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar Kini. Ujung Pandang: IKIP Ujung Pandang Press

Kentut. 2009. Pembuatan Media Presentasi. Jakarta: Pustekkom Kemdikbud.

Latuheru, JD. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Masa Kini. Jakarta: Depdikbud

McKeown. 1991 Audio Visual Aids to Instruction Auditing: A Journal of Practice and Theory. Supplement: 1-13

Rowntree, Derek. 1995. Teaching Throught Self-Instruction How to Develop Open Learning      Materials. (Revisi ed.) New York: Kogan Page London/Nicholas Publishing.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA

RAGAM DAN LARAS BAHASA INDONESIA

TATA TULIS RAGAM ILMIAH