TATA EJAAN BAHASA INDONESIA
A. Sejarah Singkat Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan adalah keseluruhan peraturan melambangkan bunyi ujaran, pemisahan dan penggabungan kata, penulisan kata, huruf, dan tanda baca. Perkembangan ejaan di Indonesia diawali dengan ejaan Charles Adriaan van Ophuijsen atau lebih dikenal dengan ejaan Van Ophuijsen. Ejaan van Ophuijsen ditetapkan sebagai ejaan bahasa melayu pada 1901. Ciri khas yang menonjol adalah penggunaan huruf j untuk menuliskan kata-kata jang dan sajang, penggunaan huruf oe untuk menuliskan kata goeroe dan kamoe, serta digunakannya tanda diakritik dan trema pada kata ma’moer dan do’a.
Sekadar diketahui, perubahan sistem ejaan bahasa Indonesia sudah terjadi beberapa kali. Pada 1947, bahasa Indonesia menggunakan sistem Ejaan Soewandi, kemudian sistem Ejaan Melindo pada 1959, dan EYD (Ejaan yang Disempurnakan) pada 1972 hingga 2015.
Setelah mengalami perkembangan kedudukan Ejaan van Ophuijsen tergantikan oleh Ejaan Soewandi. Ejaan Soewandi atau Republik ditetapkan pada 19 Maret 1947 menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Ciri yang menonjol adalah penggunaan huruf u untuk menggantikan huruf oe, penggunaan bunyi sentak k menggatikan tanda diakritik dan penulisan kata depan di dan awalan di yang sama, yakni dirangkaikan dengan kata yang mengikutinya.
Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaian ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
1. Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
2. Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
3. Awalan di- dan kata depan di dibedakan penulisannya. Kata depan di pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara di- pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
4. Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan.
Selanjutnya, penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia telah dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penyempurnaan tersebut menghasilkan naskah yang pada tahun 2015 telah ditetapkan menjadi Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Ada tiga hal perubahan yang terjadi pada PUEBI. Perubahan tersebut meliputi penambahan huruf diftong, penggunaan huruf tebal, serta penggunaan huruf kapital.
Bila sebelumnya di EYD hanya ada tiga diftong yaitu ai, au, dan oi maka dalam PUEBI ada penambahan diftong ei. Penambahan ini terjadi karena bahasa Indonesia banyak menyerap istilah dari bahasa asing, sehingga kini ada empat diftong dalam bahasa Indonesia yakni ai, au, ei, dan oi seperti pada kata ‘survei’.
Selain diftong, perubahan juga terjadi pada penggunaan huruf tebal. Penggunaan huruf tebal ini belum diatur pada ejaan bahasa Indonesia sebelumnya. Pada PUEBI, huruf tebal ini dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang ditulis miring serta untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab.
Perbedaan PUEBI dengan EYD yang terakhir terletak pada huruf kapital. Pada ejaan bahasa Indonesia sebelumnya tidak diatur bahwa unsur julukan ditulis dengan awal huruf kapital. Kini, aturan tersebut terdapat pada PUEBI.
B. Pemakaian Huruf dalam PUEBI
1. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama huruf disertakan di sebelahnya.
Tabel 1
Huruf abjad dan ejaannya
Huruf | Nama | Huruf | Nama | Huruf | Nama |
A a | A | J j | Je | S s | es |
B b | Be | K k | ka | T t | te |
C c | Ce | L l | el | U u | u |
D d | De | M m | em | V v | ve |
E e | E | N n | en | W w | we |
F f | Ef | O o | o | X x | eks |
G g | Ge | P p | pe | Y y | ye |
H h | Ha | Q q | ki | Z z | zet |
I i | I | R r | er |
|
|
2. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o dan u.
Tabel 2
Contoh pemakaian huruf vokal dalam kata
Huruf Vokal | Contoh Pemakaian dalam Kata | ||
di awal | di tengah | di akhir | |
a | api | padi | lusa |
ӗ ∂ | ӗnak ∂mas | pӗtak k∂na | sorӗ tip∂ |
i | itu | simpan | murni |
o | oleh | kota | radio |
u | unduh | bumi | ibu |
Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
Misalnya:
- Anak-anak bermain di teras (tӗras).
- Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
- Kami menonton film seri (sӗri).
- Pertandingan itu berakhir seri.
3. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Tabel 3
Contoh pemakaian huruf konsonan dalam kata
Huruf Honsonan | Contoh Pemakaian dalam Kata | ||
di awal | di tengah | di akhir | |
b | bahasa | sebut | adab |
c | cakap | kaca | ---- |
d | dua | ada | abad |
f | fakir | kafan | maaf |
g | guna | tiga | gudeg |
h | hari | saham | tuah |
j | jalan | manja | mikraj |
k | kami | paksa | politik |
– | rakyat* | bapak* | |
l | lekas | alas | Kesal |
m | maka | kami | diam |
n | nama | anak | daun |
p | pasang | apa | siap |
q** | quran | furqan | ---- |
r | Raih | bara | putar |
s | sampai | asli | lemas |
t | Tali | mata | rapat |
v | varia | lava | ---- |
w | wanita | hawa | ---- |
x** | xenon | ---- | ---- |
y | yakin | payung | ---- |
z | zeni | lazim | juz |
* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
4. Huruf Diftong
Diftong adalah gabungan dua buah huruf vokal. Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au dan oi.
Tabel 4
Contoh pemakaian huruf diftong dalam kata
vokal diftong | posisi awal | posisi tengah | posisi akhir |
ai | ainulyakin | balairung | pandai |
au | audisi | taufik | harimau |
ei | eigendom | geiser | survei |
oi | oikumene | boikot | konvoi |
5. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat gabungan huruf (kluster) yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
Tabel 5
Contoh pemakaian huruf konsonan dalam kata
Gabungan huruf konsonan | Contoh Pemakaian dalam Kata | ||
di awal | di tengah | di akhir | |
kh | khusus | akhir | tarikh |
ng | ngilu | bangun | senang |
ny | nyata | hanyut | ---- |
sy | syarat | isyarat | arasy |
6. Pemenggalan Kata
Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah.
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:
au-la bukan a-u-la sau-da-ra bukan sa-u-da-ra am-boi bukan am-bo-i |
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir.
c. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa, makh-luk.
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-stru-men, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trok, ikh-las.
Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
Catatan:
1) Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
2) Akhiran -i tidak dipenggal.
3) Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut. Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi.
e. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan di antara unsur-unsur itu, atau pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah a, b, c, dan d di atas.
Misalnya:
bio-grafi, bi-o-grafi,
foto-grafi, fo-to-gra-fi,
intro-speksi, in-tro-spek-si,
kilo-gram, ki-lo-gram,
kilo-meter, ki-lo-me-ter,
pasca-panen, pas-ca-pa-nen.
Keterangan:
Nama orang, badan hukum dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.
7. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
a. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1) Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
- Dia mengantuk.
- Apa maksudnya?
- Kita harus bekerja keras.
- Pekerjaan itu belum selesai.
2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
- Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
- Bapak menasihatkan, “Berhati-hatilah, Nak!”
- “Kemarin engkau terlambat,” katanya.
- “Besok pagi,” kata Ibu,”Dia akan berangkat”.
3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih,
Al kitab, Qur’an, Weda, Islam, Kristen
Tuhan akan menunjukan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, Ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Nabi Ibrahim as
Ustadz Abdul Somad
Sultan Syarif Machmud Melvin Alkadrie
Imam Syafii
Keterangan:
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Garis keturunan nabi.
5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi atau nama tempat.
Misalnya:
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto
Profesor H. Tama Sembiring
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi
Keterangan:
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi atau nama tempat.
Misalnya:
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Krisantyo dilantik menjadi mayor
jenderal.
6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Bacharuddin Jusuf Habibie
Sandiaga Salahuddin Uno
Muhammad Fadhil Abdillah
Fathimah Ahmad az Zahra
Balqis Najmatunnisa
Keterangan:
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
mesin diesel,
10 volt,
5 ampere
7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa dan bahasa.
Misalnya:
Bangsa Indonesia
suku Melayu
bahasa Minang
Keterangan:
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
mengindonesiakan kata asing
keinggris-inggrisan
8) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
tahun Hijriah
tarikh Masehi
bulan Maulid
bulan Ramadhan
hari Jumat
hari Lebaran
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Keterangan:
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
9) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara | Padang Bulan |
Banyuwangi | Lembah Anai |
Bukit Barisan | Ngarai Sianok |
Pancurbatu | Pegunungan Jayawijaya |
Danau Toba | Gunung Sinabung |
Dataran Tinggi Dieng | Selat Lombok |
Gunung Semeru | Teluk Benggala |
Jalan Diponegoro | Tanjung Harapan |
Jazirah Arab | Terusan Suez |
Keterangan:
- Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk
mandi di kali
menyebrangi selat
pergi kearah tenggara
- Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis.
Misalnya:
garam inggris
gula jawa
kacang bogor
pisang ambon
10) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali seperti kata dan.
Misalnya:
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Departemen Pendidikan dan Kebudaya
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972
Keterangan:
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
Menjadi sebuah republik
beberapa badan hukum
kerja sama antara pemerintah dan rakyat
menurut undang-undang yang berlaku
11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar dari Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”
13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan.
Misalnya:
Dr. Doktor
M.A. Master of Arts
S.E. Sarjana Ekonomi
S.H. Sarjana Hukum
S.S. Sarjana Sastra
Prof. Profesor
Tn. Tuan
Ny. Nyonya
Sdr. Saudara
14) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak berangkat?” tanya Haro.
Adik bertanya,”Itu apa, Bu?”
Surat Saudara sudah saya terima.
“Silahkan duduk, Dik!” kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Keterangan:
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
15) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkan Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.
b. Huruf Miring
1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
Majalah Bahasa dan Kesusastraan
buku Negarakertagama karangan Prapanca
surat kabar Suara Karya.
2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad ialah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
3) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata ilmiah atau ungkapan asing yang telah disesuaikan ejaanya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah carcinia mengostana.
Politik devide et impera pernah merajalela di negri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi ‘pandanagan dunia’
Negara itu telah mengalami empat kudeta.
Keterangan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.
C. Penulisan Kata
1. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.
2. Kata Turunan
a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis seramgkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergeletar
dikelola
penetapan
menengok
mempermainkan
b. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan, atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya:
bertepuk tangan
garis bawahi
menganak sungai
sebar luaskan
c. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
menggarisbawahi
menyebarluaskan
dilipatgandakan
penghancurleburan
d. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati | mahasiswa |
aerodinamika | mancanegara |
antarkota | multilateral |
anumerta | narapidana |
audiogram | nonkolaborasi |
awahama | pancasila |
bikarbonat | panteisme |
biokimia | paripurna |
caturtunggal | poligami |
dasawarsa | pramuniaga |
dekameter | prasangka |
demoralisasi | purnawirawan |
dwiwarna | reinkarnasi |
ekawarna | saptakrida |
ekstrakurikuler | semiprofesional |
elektroteknik | subseksi |
infrastruktur | swadaya |
inkonvensional | telepon |
introspeksi | transmigrasi |
kolonialisme | tritunggal |
kosponsor | ultramodern |
Keterangan:
1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, diantara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia
pan-Afrikanisme
2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
D. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupu-kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk, mondar-mandir, ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang-langgang, berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, tukar-menukar, hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra.
E. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur- unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
acapkali, adakalnya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, saptamarga, saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silahturami, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam.
F. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangakai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kau ambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
G. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Ke mana saja ia selama ini?
Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.
Mari kita berangkat ke pasar,
Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai:
- Si Amin lebih tua daripada ahmad.
- Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
- Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
- Ia masuk. Lalu keluar lagi.
- Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 maret 1966.
- Bawa kemari gambar itu.
- Kemarikan buku itu.
H. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
- Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil
- Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
I. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
- Bacalah buku itu baik-baik.
- Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
- Apakah yang tersirat dalam surat itu?
- Siapakah gerangan dia?
- Apakah gunanya bersedih hati?
2. Penggunaan partikel pun pada EYD ditulis terpisah kecuali yang sudah lazim digunakan, maka penulisannya ditulis serangkai, sedangkan pada PUEBI partikel pun tetap ditulis terpisah, kecuali mengikuti unsur kata penghubung, maka ditulis serangkai.
Contoh penulisan partikel pun yang ditulis serangkai karena merupakan unsur kata penghubung:
- Meskipun sibuk, dia dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.
- Dia tetap bersemangat walaupun lelah.
- Adapun penyebab kemacetan itu belum diketahui.
- Bagaimanapun pekerjaan itu harus selesai minggu depan.
Contoh penulisan partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya:
- Apa pun permasalahan yang muncul, dia dapat mengatasinya dengan bijaksana.
- Jika kita hendak pulang tengah malam pun, kendaraan masih tersedia.
- Jangankan dua kali, sekali pun engkau belum pernah berkunjung ke rumahku.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’ dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga kain itu Rp 2.000,00/per helai.
J. Singkatan, Akronim, dan Bentuk Singkat
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri dari satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat didikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
A.S. Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A
M.B.A Master of Business Administration
M.Sc Master of Science
S.E. Sarjana Ekonomi
S.Kar. Sarjana Karawitan
S.K.M Sarjana Kesehatan Masyarakat
Bpk. Bapak
Sdr. Saudara
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
GBHN Garis-Garis Besar Haluan Negara
SMTP Sekolah Menengah Tingkat Pertama
PT Perseroan Terbatas
KTP Kartu Tanda Penduduk
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih di ikuti satu tanda titik.
Misalnya:
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
hlm. halaman.
sda. sama dengan atas
yth. yang terhormat
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian.
d. Lambang kimia, singkaian satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:
cu kuprum
TNT trinitrotoleun
cm sentimeter
kva kilovoltampere
l liter
kg kilogram
Rp5.000,00 (lima ribu) rupiah
2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Indonesia
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
IKIP Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
SIM Surat Izin Mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
Misalnya:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Bappenas Badan Perencanaan Pengembangan Nasional
Iwapi Ikatan Wanita pengusaha Indonesia
Kowani Kongres Wanita Indonesia
Sespa Sekolah Staf Pimpinan Administrasi
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu pemilihan umum
radar radio detecting and ranging
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut.
1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia.
2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokaldan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.
3. Bentuk singkat adalah bentuk kebahasaan yang disingkat, baik secara lisan maupun tulis.
Di dalam aktivitas berbahasa sehari-hari orang sering kali menggunakan bentuk-bentuk singkat. Disadari atau tidak, penggunaan peranti kebahasaan seperti itu memang selain disukai, terasa efisien dan sah saja. Bahkan, ada kalanya orang dalam pertuturannya terutama dalam pertuturan lisan, sengaja menggunakan bentuk itu.
Misalnya:
lab. laboratorium
Prof. profesor
faks. faksimili
dok dokter
perpus perpustakaan
nek nenek
kak kakak
bang abang
K. Angka dan Lambang Bilangan
Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, XL(50), C(100),
D (500), M (1.000), V (5.000),
1. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan.
Misalnya:
- Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
- Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
- Di antara 72 anggota yang hadir 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang tidak memberikan suara.
- Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 minibus, dan 250 sedan.
2. Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat.
Misalnya:
- Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
- Panitia mengundang 250 orang peserta.
Bukan: 250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu
3. Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
- Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
- Dia mendapatkan bantuan 250 juta rupiah untuk mengembangkan usahanya.
- Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.
4. Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.
Misalnya:
0,5 sentimeter tahun 1928
5 kilogram 17 Agustus 1945
4 meter persegi 1 jam 20 menit
10 liter pukul 15.00
Rp5.000,00 10 persen
US$ 3.50* 27 orang
£5.10* ¥100
2.000 rupiah
Catatan:
a. Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*) merupakan tanda desimal.
b. Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥ tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.
5. Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Jalan Wijaya No. 14
Apartemen No. 5
Hotel Mahameru, Kamar 169
6. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
7. Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya:
dua belas (12)
tiga puluh (30)
lima ribu (5000)
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
setengah (1/2)
seperenam belas (1/16)
tiga perempat (3/4)
dua persepuluh (0,2) atau (2/10)
tiga dua pertiga (3 2/3)
satu persen (1%)
satu permil (1o/oo)
Catatan:
1) Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik, spasi digunakan di antara bilangan utuh dan bilangan pecahan.
2) Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang bilangan dengan huruf yang dapat menimbulkan salah pengertian.
Misalnya:
20 ½ (dua puluh satu-per dua)
22/30 (dua-puluh-dua per tiga puluh)
20 15/17 (dua puluh-lima belas-per tujuh belas)
150 2/3 (seratus lima puluh dua-per tiga)
152/3 (seratus-lima-puluh-dua per tiga)
c. Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
1) pada awal abad XX (angka Romawai kapital)
dalam kehidupan pada abad ke-20 ini (huruf dan angka Arab)
pada awal abad kedua puluh (huruf)
2) kantor di tingkat II gedung itu (angka Romawi)
di tingkat ke-2 gedung itu (huruf dan angka Arab)
di tingkat kedua gedung itu (huruf)
3) Penulisan bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara berikut.
Misalnya:
lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)
tahun 1950-an (tahun seribu sembilan ratus lima puluhan)
uang 5.000-an (uang lima-ribuan)
4) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks (kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi).
Misalnya:
- Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
- Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
- Rumah itu dijual dengan harga Rp125.000.000,00.
5) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
- Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus ribu lima ratus rupiah lima puluh sen).
- Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas harus dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
- Dia membeli uang dolar Amerika Serikat sebanyak $5,000.00 (lima ribu dolar).
Catatan:
a) Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan jumlah.
b) Angka Romawi digunakan untuk menyatakan penomoran bab (dalam terbitan atau produk perundang-undangan) dan nomor jalan.
c) Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran halaman sebelum Bab I dalam naskah dan buku.
L. Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahsa asing seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Balanda atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya (taraf penyerapannya), ada tiga macam kata serapan, yaitu:
1. Kata asing yang diserap sepenuhnya ke dalam bahasa Indonesia.
Misalnya: kab, sirsak, iklan, lemari, botol, hadir, badan, dan lain-lain.
2. Kata asing yang dipertahankan karena sifat keinternasionalannya, penulisan dan pengucapan masih mengikuti cara asing. Misalnya: shuttle, cock, knock out, time out, check in, built up, complete knock down, fitness, chip, server, web, linux, Microsoft word, gigabyte, download, upload, dan lain-lain.
3. Kata asing yang berfungsi untuk memperkaya peristilahan, ditulis sesuai dengan PUEBI. Misalnya: komputer (computer), kalkulasi (calculation), matematika (mathematic), infiltrasi (infil-tratio), influensa (influenza), bisnis (bussines), karakter (character).
Penyesuaian ejaan unsur serapan dilakukan dengan kaidah yang sudah baku. Lebih kurang terdapat 53 jenis yang perlu diperhatikan. (Hal ini dapat Anda lihat di buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan).
Berikut ini beberapa kasus kesalahan penulisan yang perlu mendapat perhatian.
Kata Asing | Kata Baku | Kata Asing | Kata Baku |
acceleration | akselarasi | hydraulic | hidraulik |
acceptor | akseptor | iatrogenic | iatrogenik |
acculturation | akulturasi | iota | iota |
aerodynamics | aerodinamika | materiaal | material |
barrier | barier | orthography | orthografi |
carrier | karier | psychology | psikologi |
counter | kaunter | schandaal | skandal |
dystocia | distosia | varices | varises |
fanatiek | fanatik | haqiqat | hakikat |
Akhiran dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Jadi, kata seperti standardisasi, implementasi dan objektif diserap secara utuh di samping diserap juga kata standar, implemen dan objek.
M. Pemakaian Tanda Baca
1. Tanda Titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya :
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Hari ini tanggal 5 April 1973.
Marilah kita mengheningkan cipta.
Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.
b. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya :
1) III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. …
3) 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya:
Pukul 1:35:20 WIB (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik Waktu Indonesia Barat)
d. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
1:35:20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0:20:30 jam (20 menit, 30 detik)
0:0:30 jam (30 detik)
e. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisannya yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari.1920. Azab dan Sengsara. Wei-tevreden: Balai Poestaka.
Catatan:
1) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
- Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
- Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
2) Tanda titik digunakan untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatan yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
- Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
- Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
- Nomor gironya 5645678.
f. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
- Acara Kunjungan Adam Malik
- Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 45)
- Salah Asuhan
g. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat, atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
- Jalan Diponegoro 82 Jakarta (tanpa titik)
- 1 April 1985 (tanpa titik)
- Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
- Jalan Arif 43 (tanpa titik)
- Palembang (tanpa titik)
atau:
- Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
- Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
- Jakarta (tanpa titik)
2. Tanda Koma (,)
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan prangko.
Satu, dua, …tiga!
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
c. Tanda koma:
1) Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya;
Misalnya:
- Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
- Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
2) Tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya;
Misalnya:
- Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
- Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
- Dia tahu bahwa soal itu penting.
d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk didalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
- Oleh karena itu, kita harus hati-hati.
- Jadi, soalnya tidak semudah itu.
e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
- O, begitu?
- Wah, bukan main!
- Hati-hati, ya, nanti jatuh.
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung bagian lain dalam kalimat.
Misalnya:
- Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”
- “Saya gembira sekali,” kata Ibu, “karena kamu lulus.”
g. Tanda koma dipakai di antara: (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
- Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
- Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
- Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
- Surabaya, 10 Mei 1960
- Kuala Lumpur, Malaysia.
h. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
- Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
i. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
- W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1976), hlm 4.
j. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny.Khadijah, M.A.
k. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
l. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:
- Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
- Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
- Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma: Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
m. Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
- Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
- Atas bantuan Agus, Andri mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
- Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa.
- Andri mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
n. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
- “Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
- “Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.
3. Tanda Titik Koma (;)
a. Penggunaan titik koma (;) pada EYD digunakan dalam perincian tanpa penggunaan kata dan, sedangkan dalam PUEBI penggunaan titik koma (;) tetap menggunakan kata dan.
Contoh:
- Ayah menikmati kopi; Ibu menulis makalah; dan Kakak membaca novel.
- Agenda rapat ini meliputi pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara; penyusunan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja; dan pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi
b. Penggunaan tanda titik koma (;) pada PUEBI dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa, sedangkan pada EYD tidak ada hal yang mengaturnya.
Contoh:
- Syarat penerimaan pegawai di lembaga ini adalah:
(1) berkewarganegaraan Indonesia;
(2) berijazah sarjana S-1;
(3) berbadan sehat; dan
(4) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Syarat menulis karya ilmiah menurut Dwiloka dan Riana (2005: 3-4) adalah memiliki:
(1) motivasi dan disiplin yang tinggi;
(2) kemampuan mengolah data;
(3) kemampuan berpikir logis (urut) dan terpadu (sistematis);
(4) kemampuan berbahasa.
(5) Tanda Titik Dua (:)
a. Tanda titik dua:
1) dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
- Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja dan lemari.
- Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang, kemerdekaan itu: hidup atau mati.
2) tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
- Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
- Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.
3) Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
- Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani.
Bendahara : B. Hartawan
- Tempat Sidang : Ruang 104
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari : Senin
Waktu : 09:30 WIB
4) Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!”
Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)
5) Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
- Tempo, I (1971), 34: 7
- Surat Yasin: 9
- Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
- Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita? Djakarta: Eresco, 1968.
(6) Tanda Hubung (-)
a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
- Di samping cara-cara lama itu ada juga cara yang baru.
Catatan:
Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau
pangkal baris.
Misalnya:
- Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan …
- Walaupun sakit, mereka tetap, tidak mau beranjak …
atau
- Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan …
- Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak …
Bukan
- Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan …
- Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak …
b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
- Kini ada cara yang baru untuk mengukur panas.
- Kukuran baru ini memudahkan kita mengukur kelapa.
- Senjata ini merupakan alat pertahanan yang canggih.
Catatan:
Akhiran –i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
Catatan:
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
d. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
- p-a-n-i-t-i-a
- 08-03-2009
e. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian kata atau ungkapan.
Misalnya:
- ber-evolusi
- meng-ukur
- dua-puluh-lima ribuan (25 x 1.000)
- 23/25 (dua-puluh-tiga perdua-puluh-lima)
- mesin hitung-tangan
Bandingkan dengan
- be-revolusi
- me-ngukur
- dua-puluh lima-ribuan (20 x 5.000)
- 20 3/25 (dua-puluh tiga perdua-puluh-lima)
- mesin-hitung tangan
(7) Tanda Pisah (—)
a. Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya:
- Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
- Keberhasilan itu—kita sependapat—dapat dicapai jika kita mau berusaha keras.
b. Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain.
Misalnya:
- Soekarno-Hatta—Proklamator Kemerdekaan RI—diabadikan menjadi nama bandar udara internasional.
- Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan pembelahan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
- Gerakan Pengutamaan Bahasa Indonesia—amanat Sumpah Pemuda—harus terus digelorakan.
c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'.
Misalnya:
- Tahun 2010—2013
- Tanggal 5—10 April 2013
- Jakarta—Bandung
(8) Tanda Elipsis (…)
a. Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau kutipan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
- Penyebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
- Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa bahasa negara ialah ....
- ..., lain lubuk lain ikannya.
b. Tanda elipsis dipakai untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog.
Misalnya:
- "Menurut saya ... seperti ... bagaimana, Bu?"
- "Jadi, simpulannya ... oh, sudah saatnya istirahat."
Catatan:
1) Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
2) Tanda elipsis pada akhir kalimat diikuti oleh tanda titik (jumlah titik empat buah, tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat)
Misalnya:
- Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ….
(9) Tanda Tanya (?)
a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
- Kapan Hari Pendidikan Nasional diperingati?
- Siapa pencipta lagu "Indonesia Raya"?
- Kapan ia berangkat? Saudara tahu, bukan?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
- Monumen Nasional mulai dibangun pada tahun 1961 (?).
- Di Indonesia terdapat 740 (?) bahasa daerah.
(10) Tanda Seru (!)
a. Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
- Alangkah indahnya taman laut di Bunaken!
- Mari kita dukung Gerakan Cinta Bahasa Indonesia!
- Bayarlah pajak tepat pada waktunya!
- Masa! Dia bersikap seperti itu?
- Merdeka!
(11) Tanda Kurung ((…))
a. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
- Dia memperpanjang surat izin mengemudi (SIM).
- Warga baru itu belum memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
- Lokakarya (workshop) itu diadakan di Manado.
b. Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat.
Misalnya:
- Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
- Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru pasar dalam negeri.
c. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang keberadaannya di dalam teks dapat dimunculkan atau dihilangkan.
Misalnya:
- Dia berangkat ke kantor selalu menaiki (bus) Transjakarta.
- Pesepak bola kenamaan itu berasal dari (Kota) Padang.
d. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau angka yang digunakan sebagai penanda pemerincian.
Misalnya:
- Faktor produksi menyangkut (a) bahan baku, (b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.
- Dia harus melengkapi berkas lamarannya dengan melampirkan:
(1) akta kelahiran,
(2) ijazah terakhir, dan
(3) surat keterangan kesehatan.
(12) Tanda Kurung Siku ([…])
a. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan atas kesalahan atau kekurangan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain.
Misalnya:
- Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
- Penggunaan bahasa dalam karya ilmiah harus sesuai [dengan] kaidah bahasa Indonesia.
- Ulang tahun [Proklamasi Kemerdekaan] Republik Indonesia dirayakan secara khidmat.
b. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang terdapat dalam tanda kurung.
Misalnya:
- Persamaan kedua proses itu (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35-38]) perlu dibentangkan di sini.
(13) Tanda Petik (“…”)
a. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.
Misalnya:
- "Merdeka atau mati!" seru Bung Tomo dalam pidatonya.
- "Kerjakan tugas ini sekarang!" perintah atasannya. "Besok akan dibahas dalam rapat."
- Menurut Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, "Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan."
b. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
- Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 125 buku itu.
- Marilah kita menyanyikan lagu "Maju Tak Gentar"!
- Film "Ainun dan Habibie" merupakan kisah nyata yang diangkat dari sebuah novel.
- Saya sedang membaca "Peningkatan Mutu Daya Ungkap Bahasa Indonesia" dalam buku Bahasa Indonesia Menuju Masyarakat Madani.
- Makalah "Pembentukan Insan Cerdas Kompetitif" menarik perhatian peserta seminar.
- Perhatikan "Pemakaian Tanda Baca" dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
c. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:
- "Tetikus" komputer ini sudah tidak berfungsi.
- Dilarang memberikan "amplop" kepada petugas!
(14) Tanda Petik tunggal (‘…’)
a. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat dalam petikan lain.
Misalnya:
- Tanya dia, "Kaudengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
- "Kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang!', dan rasa letihku lenyap seketika,"ujar Pak Hamdan.
- "Kita bangga karena lagu 'Indonesia Raya' berkumandang di arena olimpiade itu," kata Ketua KONI.
b. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan.
Misalnya:
- tergugat 'yang digugat'
- retina 'dinding mata sebelah dalam'
- noken 'tas khas Papua'
- tadulako 'panglima'
- marsiadap ari 'saling bantu'
- tuah sakato 'sepakat demi manfaat bersama'
- policy 'kebijakan'
- wisdom 'kebijaksanaan'
- money politics 'politik uang'
(15) Tanda Garis Miring (/)
a. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
- Nomor: 7/PK/II/2013
- Jalan Kramat III/10
- tahun ajaran 2012/2013
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, serta setiap.
Misalnya:
- mahasiswa/mahasiswi = 'mahasiswa dan mahasiswi'
- dikirimkan lewat darat/laut = 'dikirimkan lewat darat atau lewat laut'
- buku dan/atau majalah = 'buku dan majalah atau buku atau majalah'
- harganya Rp1.500,00/lembar = 'harganya Rp1.500,00 setiap lembar'
c. Tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain.
Misalnya:
- Buku Pengantar Ling/g/uistik karya Verhaar dicetak beberapa kali.
- Asmara/n/dana merupakan salah satu tembang macapat budaya Jawa.
- Dia sedang menyelesaikan /h/utangnya di bank.
(16) Tanda penyingkat atau apostrof (‘)
a. Tanda penyingkat atau apostrof dipakai untuk menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun dalam konteks tertentu.
Misalnya:
- Mereka 'kan kusurati. ('kan = akan)
- Tim Regu Penyelamat sudah datang, 'kan? ('kan = bukan)
- Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
- 9 Oktober ’73 (‘73=1973)
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud RI. 2016. “KBBI V 0.2.1 (Beta 21)”. kbbi.kemendikbud.go.id
Hs. Widjono. 2012. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Lubis, Winaria dan Dadi Waras Suhardjono. 2019. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Sahabat Pena. ISBN 978-623-7440-11-6
Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Komentar
Posting Komentar